REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Popularitas Joko 'Jokow' Widodo mencuat cukup tinggi di berbagai survei nasional. Terakhir sebuah survei menunjukkan adanya ketidakrasionalan masyarakat terhadap Gubernur Jakarta yang terkenal merakyat itu.
Ada yang menyebutnya 'Ratu Adil', 'Manusia Setengah Dewa' bahkan 'Nabi', semuanya pakai tanda petik. Berbagai sebutan itu tentu bernada positif dan negatif terhadap sosok yang terkenal ramah ke masyarakat kecil dengan aktivitas blusukannya dan mudah tersenyum itu.
Pro dan kontra itu pula yang telihat dalam sebuah artikel The Australian, 24 September lalu dalam 'Jokowi a wild card for Indonesia' atau Jokowi Kartu Liar untuk Indonesia.
Artikel tersebut kira-kira membahas, apakah sosok Jokowi, yang diprediksi bakal menang mudah, bila dizinkan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai Calon Presiden di Pemilu 2014, seorang pro ekonomi rakyat atau bukan.
"Jika Gubernur Reformis Joko 'Jokowi' Widodo muncul tahun depan sebagai presiden baru Indonesia, tidak akan memperlemah dorongan proteksionisme (pada ekonomi) di Indonesia," tulis The Australian mengutip pernyataan pengamat ekonomi Moekti Soejachmoen.
Jokowi dinilai merupakan sosok pemimpin yang lahir dari sebuah partai yang mendukung self-sufficiency ekonomi dan membantu pedagang kecil.
"Lalu, bagaimana mungkin dia kurang nasionalis di kebijakan (ekonomi)," lanjutnya.
Namun, media ini juga mengutip pernyataan yang ambigu dari pengamat Lowy Institute Dr MacRae.
"Jika dia terpilih, yang tetap masih tidak bisa diketahui kuantitas kebijakannya, mungkin akan mengecewakan rakyat Indonesia yang telah memberinya terlalu banyak harapan untuk perubahan dan reformasi," tulis media itu mengutip pernyataan McRae.
Media ini tidak secara langsung menjelaskan maksud kalimat 'kartu liar' di judul artikelnya.