REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Cyrus Network menunjukkan dengan berbagai simulasi, Jokowi menjadi sosok yang tidak hanya memiliki elektabilitas tinggi sebagai calon presiden. Tetapi Jokowi juga mampu menghegemoni pikiran masyarakat sehingga ia seolah menjadi mitos dan capres setengah dewa.
Misalnya, pada survei ketiga (1-5 Oktober 2013) dan survei keempat (18-24 November) yang dilakukan Cyrus. Kedewaan Jokowi terlihat saat responden ditanyakan tentang kebijakan mobil murah. Sebanyak 43 persen responden menyatakan setuju dengan mobil murah, dan 43 persen lainnya mneyatakan tidak setuju. Sebanyak 14 persen responden tidak menyatakan pendapat.
Namun, ketika diberitahu bahwa Jokowi tidak setuju dengan kebiijakan mobil murah, setengah repsonden yang tadinya setuju menyatakan pendapat Jokowi tersebut benar. "Jadi yang menolak mobil murah menjadi 60 persen. Rakyat ikut apa pun kata Jokowi, artinya ada yang tidak logis lagi saat Jokowi sudah jadi mitos," ujar Eko saat memaparkan hasilsurvei di Jakarta, Ahad (15/12).
Begitu pula saat ditanyakan mengenai banjir dan macet di DKI Jakarta. Hanya 50 persen responden yang menyalahkan Jokowi. Sebanyak 14 persen menyalahkan presiden dan pemerintah pusat, dan 36 persen menyalahkan masyarakat. "Angka yang berbeda mungkin akan terlihat kalau yang menjadi gubernur DKI adalah Foke (Fauzi Bowo)," kata Eko.
Temuan survei pertama (21-27 Agustus 2013) dan survei kedua (13-17 September 2013) memperlihatkan kesadaran (awareness) masyarakat terhadap sosok Jokowi sangat tinggi, mencapai 66.9 persen. Sebanyak 62.7 persen di antaranya bernada positif. "Jadi dari semua orang yang membicarakan Jokowi, itu sebagian besar membicarakannya dengan tone positif. Ibaratnya, dari 10 orang yang membicarakannya, sembilan orang bicara positif tentang Jokowi," jelas Eko.
Perolehan elektabilitas Jokowi, lanjut Eko, memang telah jauh meninggalkan kaniddat capres lainnya. Jokowi muncul sebagai capres dengan legitimasi sangat tinggi. Bahkan, saking tingginya masyarakat cenderung kehilangan obyektifitas dan rasionalitas dalam memberikan penilaian. Akibatnya, kompetisi ide dan adu gagasan menjadi mandeg karena tidak ada yang tidak boleh setuju dengan Jokowi.