Sabtu 14 Dec 2013 01:47 WIB

Menag: Penghulu Utamakan Bertugas di KUA

Rep: amri amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
Menag Suryadharma Ali
Foto: Antara
Menag Suryadharma Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau para penghulu tidak bertugas di luar Kantor Urusan Agama (KUA) dan di luar jam kerja. Pencatatan di luar KUA dan di luar jam kerja harus dilakukan dengan izin.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, keluarga dan mempelai bisa mengajukan permintaan agar penghulu mencatat pernikahan di luar KUA dan jam kerja. Sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA), pencatatan pernikahan di luar KUA dan di luar jam kerja juga harus mendapat persetujuan kepala KUA.

Suryadharma mengambil kebijakan ini untuk menghindari terulangnya kasus pidana penghulu, seperti di Kediri, Jawa Timur. Penghulu di Kediri dituduh menerima gratifikasi karena mencatatkan pernikahan di luar KUA.

''Solusi kita untuk sementara agar tidak terjadi lagi penghulu mengutamakan mencatat pernikahan di KUA dan pada waktu jam kerja,'' ujar Suryadharma di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/12).

Solusi ini, menurut Suryadharma, hanya berlaku sementara hingga terbit aturan baru. Kemenag akan mengusulkan mengenai jasa profesi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Permasalahan ini harus diselesaikan karena jasa penghulu sebagai pelayan masyarakat tidak sama seperti layanan administrasi di kelurahan dan kecamatan. Dia mengistilahkan jasa penghulu ini sebagai administrasi plus.

Menurut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, penghulu bertugas mencatatkan pernikahan, bukan mengesahkan pernikahan secara agama seperti anggapan masyarakat selama ini.

Masyarakat juga sangat jarang melakukan pencatatan pernikahan di kantor KUA. Hal ini karena pencatatan pernikahan umumnya dibarengi dengan akad nikah.

Pilihan tempat penyelenggaraan akad nikah akan bergantung pada budaya, agama, dan harga diri keluarga. Dia menyebutkan, 90 persen penghulu melayani pencatatan nikah masyarakat di luar KUA dan di luar jam kerja.

Karena itu, kata Suryadharma, harus dipikirkan siapa yang membayar biaya transportasi penghulu ketika bertugas di luar KUA dan di luar jam kerja. Penghulu tentu akan terbebani kalau harus menanggung biaya operasional ketika melakukan pencatatan di luar kantor dan jam kerja.

Penghulu di beberapa daerah di luar Jawa kerap menerima undangan pencatatan nikah yang berjarak cukup jauh dari tempat tinggalnya. ''Ini akan membebani mereka kalau tidak ada biaya operasional,” kata Suryadharma.

Kalau keluarga dan mempelai yang menanggung biaya itu, perlu ada aturan tambahan untuk menghindari terjadinya kasus pidana terhadap penghulu. Sejauh ini, Kemenag belum menghitung berapa biaya untuk imbal jasa tersebut. “Ini yang sedang dibicarakan oleh pihak-pihak terkait,” ujar Menag.

Dia akan segera membicarakan persoalan ini dengan Kemenkeu dan BPK. Kemenag berharap Kemenkeu memahami masalah ini dan dapat menyetujui aturan yang memungkinkan adanya biaya jasa penghulu.

Konsultasi dengan KPK juga akan dilakukan agar tak ada kesalahan dalam pengalokasian penganggaran. Terkait kasus di Kediri, Kemenag akan berkonsultasi dengan kejaksaan untuk menjernihkan masalah penerimaan imbal jasa penghulu dari keluarga mempelai.

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily mengatakan, imbauan Kemenag agar penghulu hanya melayani pencatatan nikah di KUA dan jam kantor sulit direalisasikan.

Kondisi KUA sangat tidak layak di beberapa daerah. Dia meminta Kemenag mempercepat konsultasi dengan Kemenkeu dan BPK agar ada persetujuan biaya operasional nikah bagi penghulu. Penghulu juga tidak bisa menunggu lama keluarnya aturan ini,” kata Ace.

Kolega Ace dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid meminta Kemenag bisa memastikan agar konsultasi dengan Kemenkeu dan BPK membuahkan aturan baru jasa penghulu. Usulan itu pernah ditolak Kemenkeu dan BPK sebagai pemegang kebijakan di bidang keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement