Kamis 12 Dec 2013 17:36 WIB

MUI: Atheis Tak Sesuai Asas Pancasila

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Dewi Mardiani
KTP elektronik atau e-KTP
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
KTP elektronik atau e-KTP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat yang tidak memeluk satu kepercayaan atau agama dilarang tinggal di Indonesia. Pemerintah pun diminta untuk tidak memberikan pelayanan pada mereka dalam bentuk apapun.

Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen, mengatakan Kemendagri harus menarik kembali pernyataan, tidak beragama tetap diakui negara. Menurut dia, Indonesia berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Kalau ada atheisme, kata dia, harus keluar dari negara ini. "Pejabat Kemendagri itu harus cabut kembali ucapannya. Orang yang atheis itu tidak berhak mendapatkan jaminan apapun dari negara" katanya, Kamis (12/12).

Sebelumnya, Dirjen Dukcapil Irman mengatakan, bila memang ada warga yang mengaku tidak beragama, tidak ada paksaan untuk mengisi kolom tersebut di formulirnya. Menurut dia, pihaknya tetap akan memfasilitasi kepengurusan administrasi kependudukan mereka.

Tengku menilai, pernyataan tersebut keliru, karena membuka ruang bagi masyarakat untuk tidak memeluk agama. Pemerintah diminta konsisten atas persoalan itu, bukan sembarangan memberikan toleransi yang mencederai asas-asas Pancasila. "Mereka yang atheis, tidak boleh mendapat jaminan apa-apa. Itu konsekuensi, karena negara hanya menjamin masyarakat yang menganut agama serta kepercayaan."

Anggota Komisi VIII DPR, Hidayat Nur Wahid, mengatakan atheisme dinilai sangat bertentangan dengan prinsip undang-undang. Dengan memberikan jaminan pada masyarakat tidak beragama mendapat fasilitas kependudukan akan membuka peluang adanya orang melanggar aturan tersebut. "Untuk KTP ini, Pemerintah harus punya aturan yang tegas. Jangan sampai membuka celah masuknya aliran tak bertuhan," kata Hidayat.

Menurutnya, perlu ada petunjuk pelaksana bagaimana mengurus dokumen kependudukan. Kalau memang ada kolom yang tidak diisi, maka warga tersebut harus dianggap belum memenuhi syarat pendaftaran. Dia menambahkan, pengosongan kolom agama di E-KTP terhadap penganut keyakinan pun berpotensi menimbulkan atheisme. Karena, dengan tidak adanya identitas keagamaan di bentuk fisik kartu kependudukan, dikhawatirkan timbul anggapan baru di masyarakat.

Sebaiknya, kata Hidayat, masyarakat yang meyakini aliran atau paham tertentu diarahkan untuk menginduk pada satu agama. Dia mengatakan, hal itu juga sekaligus mengurangi konflik horizontal di kalangan bawah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement