Rabu 11 Dec 2013 20:15 WIB

Pengusaha Pekalongan Rugi Miliaran Rupiah Akibat Mogok Kerja

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Djibril Muhammad
Ratusan buruh demo menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Ratusan buruh demo menuntut kenaikan UMK (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PEKALONGAN -- Kalangan pengusaha mengeluhkan maraknya aksi mogok kerja yang dilakukan pekerja menjelang usulan Upah Minimum Kabupaten (UMK) beberapa waktu lalu.

Bahkan mereka masih mengkhawatirkan aksi akan berlangsung hingga beberapa hari ke depan, karena sampai saat ini masih ada hasutan dari kelompok tertentu agar pekerja terus melakukan aksi mogok kerja.

"Untuk itu, kami minta agar para pekerja tidak mudah dihasut kelompok tertentu, karena aksi mogok tersebut akan merugiakan semua pihak. Tidak hanya pengusahanya, tapi para pekerja sendiri juga akan mengalami kerugian," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Pekalongan, Imam Ismanto Bakti, usai bertemu Bupati Pekalongan, Amat Antono, di ruang kerja Bupati, Rabu (11/12).

Dalam pertemuan tersebut, Imam didampingi Ketua Persatuan Pengusaha Tekstil Pekalongan Sugijanto Hartoyo, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Anis Sungkar, dan beberapa pengurus Apindo lainnya.

Sedangkan Bupati didampingi Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan Asip Kholbihi, Kepala Pengadilan Negeri Maruli Siregar dan unsur Muspida lainnya.

Menurut Imam, para pengusaha merasa prihatin dengan ajakan melakukan mogok kerja yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Dari sisi pengusaha, aksi mogok yang dilakukan para pengusaha tersebut, telah menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Misalnya, aksi mogok kerja yang dilakukan pekerja perusahaan tekstil PT Pisma Putra beberapa hari lalu. Aksi tersebut, menurutnya telah mengakibatkan kerugian hingga Rp 1,5 miliar dalam sehari, karena proses produksi terhenti.

"Dengan kondisi industri seperti ini, kami merasa khawatir keberlangsungan usaha kami akan terhenti," katanya.

Sementara dari pekerja itu sendiri, kerugian yang dialami juga cukup besar. Ia menyebutkan, selama tahun 2012-2013, sekitar 800-1000 pekerja terpaksa kehilangan pekerjaan karena berbagai hal.

Antara lain, karena ketidak-cocokan hubungan kerja, pensiun dini, kontrak habis tidak diperpanjang, penutupan perusahaan dan sebab-sebab lainnya.

"Untuk itu, kami menghimbau agar para pekerja tidak mudah dihasut, dipaksa untuk melakukan hal yang melanggar hukum. Hal ini karena bisa menyebabkan mereka kehilangan penghasilan," katanya menjelaskan.

Ia bahkan meminta para pekerja tetap menjaga produktivitas, menunjukkan prestasi dan disiplin kerja. "Kalau para pekerja dapat melakukan semua hal itu, niscaya perusahaan pasti akan berkembang dengan baik. Dengan demikian, upah yang diterima para pekerja juga akan lebih baik," katanya.

Menyikapi hal tesebut, asosiasi pengusaha lintas wilayah di Jawa Tengah sudah mengambil kesepakatan. Kesepakatan itu, menyatakan mereka tidak akan mempekerjakan para pekerja yang pernah menghasut pekerja untuk melakukan aksi mogok.

"Kami sudah sepakat untuk tidak menerima pekerja yang menjadi penghasut, inspirator dan penggerak demo. Memperjuangkan hak tidak dilarang, namun gunakanlah cara-cara yang tidak menjadikan pekerja menjadi korban," katanya menegaskan.

Menyikapi hal itu, Bupati Pekalongan Amat Antono menyatakan dukungannya. Namun dia juga meminta, para pengusaha untuk tetap mengikuti aturan yang berlaku.

"Saya menginginkan mari kita bersama-sama menjaga Kabupaten Pekalongan agar tetap kondusif. Karena muara bekerja adalah kesejahteraan rakyat yang berkeadilan, bukan kesejahteraan rakyat yang sewenang-wenang. Jika ada indikasi melakukan sabotase, ancaman atau intimidasi, laporkan dengan bukti-bukti lengkap," katanya menjelaskan.

Bupati menegaskan, agar semua pihak hendaknya bisa saling memperkuat dan saling mengingatkan sesuai dengan perannya masing-masing. Antara lain, dengan tetap berpegang padaan, etika dan bersikap tegas dengan memperhatikan peraturan yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement