Rabu 11 Dec 2013 16:13 WIB

Obat Halal Tunggu Pemerintah

Rep: c20/ Red: Damanhuri Zuhri
Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID,

Produsen rugi jika konsumen Muslim memutuskan memboikot obat tak bersertifikat halal.

JAKARTA – Pemerintah seharusnya berperan kunci untuk mendorong makin banyak obat bersertifikat halal. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam Irfan Safruddin mengatakan, tak akan ada banyak perubahan jika pemerintah tak berinisiatif.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengungkapkan, dari 30 ribu item produk obat-obatan, baru 22 item yang telah bersertifikat halal. Padahal, mayoritas konsumen obat adalah warga Muslim.

Irfan mengatakan, di negara-negara lain, pemerintah mempunyai iktikad baik mengenai produk halal ini, termasuk obat-obatan. “Di Singapura dan Malaysia, misalnya, mereka mendukung produk-produk halal,” katanya, Senin (9/12).

LPPOM MUI memang sebagai lembaga berwenang melakukan sertifikasi halal. Tapi, hingga sekarang sertifikasi baru bersertifikat sukarela. Di sinilah butuh ketegasan pemerintah agar para produsen obat bersedia menyertifikasi produk obat mereka.

Ia menyatakan, Muslim sebagai konsumen mayoritas berhak mendapatkan produk, termasuk obat halal. Lagipula, kalau tak ada sertifikat halal maka yang rugi dua belah pihak. Bukan hanya konsumen, melainkan juga produsen obat.

Menurut Irfan, kalau pada akhirnya konsumen Muslim memilih untuk memboikot karena tak ada obat halal, produsen yang rugi. Tentu, penjualan mereka akan mengalami penurunan. Sebab, selama ini konsumsi terbanyak tentu berasal dari warga Muslim.

Ketua Panja RUU Jaminan Produk Halal (JPH) Ledia Hanifa mengatakan, poin-poin aturan produk halal sudah ada. Ini ada dalam RUU JPH. Sekarang tinggal kemauan semua elemen mendorong dan mengarahkan produk obat yang ada ke sana, yaitu bersertifikat halal.

''Saya pikir, produsen obat tidak perlu khawatir jika sudah ada aturan itu. Sebab, saya yakin sistem ini akan tetap menguntungkan,'' kata Ledia menegaskan. Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim menjajikan untuk pasar produk halal.

Belum lagi, pasar luar negeri yang juga mencari produk obat halal serupa. Saat ini, kata Ledia, produk halal masih diatur peraturan menteri agama. Ia menilai, pengaturannya masih umum karena hanya mengatur pemeriksaan produk halal oleh MUI dan kurang mendetail.

Ia menambahkan, produk obat yang belum halal masih bisa digunakan selama belum ada alternatifnya dan dalam kondisi darurat. Ia mencontohkan, salah satu vaksin yang belum ada alternatifnya adalah meningitis.

Pemerintah Arab Saudi sangat keras melarang adanya pendatang yang terjangkit, apalagi sampai menularkan. Sementara, vaksin halal untuk meningitis belum ada. ''Maka, kita pakai yang ada. Jika sudah ada yang halal, saya yakin orang akan dengan sendirinya berpindah,'' kata Ledia.

Secara terpisah, Ustazah kondang Dedeh Rosidah Syarifudin yang akrab disapa Mamah Dedeh menekankan pentingnya produk halal. Baik makanan, maupun minuman. Ia mendorong masyarakat agar membeli produk yang berlabel halal dari LPPOM MUI.

‘’Jangan biarkan anak dan keluarga kita diberi makanan haram,’’ katanya dalam pengajian akbar menyambut Muharram 1435 H dan tutup tahun 2013 di halaman depan kantor Nahdlatul Ulama (NU) Jatim atau Kompleks Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Ahad (8/12).

Menurut dia, keberkahan bagi mereka yang setiap hari mengonsumsi makanan dan minuman halal. Makanan halal di sini tidak hanya sekadar bahan-bahannya yang halal, tapi juga proses pembuatan makanan tersebut.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement