REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Wakil Ketua Komisi A DPRD Riau, Syafruddin Sa'an, mengatakan bahwa Riau telah menjadi mata rantai kejahatan antarnegara karena letaknya yang strategis dan berbatasan langsung dengan negara lain.
"Riau telah menjadi salah satu mata rantai kejahatan antarnegara. Semua kejahatan pasti melibatkan Riau seperti peredaran narkoba dan terorisme," kata Syafruddin Sa'an saat rapat dengar pendapat dengan Badan kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) d Pekanbaru, kemarin.
Untuk itu ia menilai sangat perlu ditingkatkan peran intelijen untuk memberi informasi dan analisis menghambat kejahatan tersebut datang dan pergi melewati Riau. Saat ini ia menilai peran tersebut tidak nampak karena Kesbangpol hanya melakukan materi intelijen hanya dengan seminar-seminar saja.
Lebih lanjut ia meminta Kesbangpol untuk menjalin komunikasi yang intensif dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam). Hal ini menyangkut dengan pesisir pantai Riau yang tidak terurus sehingga kerap dijadikan pintu masuk kejahatan.
"Sangat sulit mengkontrol kondisi pesisir timur Riau yang sebrawut dan begitu panjang," kata Syafruddin Sa'an.
Kabupaten yang harus lebih diawasi adalah Kabupaten Rokan Hilir yang berbatasan dengan Sumatera Utara dan Selat Malaka. Diduga praktik kejahatan antarnegara kerap terjadi disini karena medan yang sulit dan keterbatasan pertahanan Angkatan Laut.
Oleh karena itulah ia mempertanyakan peran kesbangpol dalam mengkoordinasikan intelijen untuk memutus mata rantai tersebut. Riau tidak hanya menjadi pintu masuk bagi kejahatan tapi bisa juga menjadi pintu keluar. "Kalau di Jawa lari masih bisa dihambat dari daerah lain. Kalau di Riau mereka keluar langsung ke negara lain," lanjutnya.
Sementara itu dari Kesbangpol sendiri mengatakan bahwa koordinasi dengan intelijen tetap dijalankan. Contohnya pada demonstrasi yang dilakukan di Pekanbaru. Sebelum ada demonstrasi Gubernur telah diberi tahu oleh Kesbangpol terlebih dahulu.