Selasa 10 Dec 2013 23:21 WIB

KPK Periksa Ratu Atut Selama 10 Jam

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Karta Raharja Ucu
  Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat tiba di gedung KPK untuk memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (11/10).     (Republika/Prayogi)
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat tiba di gedung KPK untuk memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (11/10). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah diperiksa lebih dari sepuluh jam oleh penyidik KPK, Selasa (10/12). Atut diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Lebak.

Atut selesai diperiksa dan keluar dari Gedung KPK pada pukul 20.45 WIB. Namun ia enggan menjelaskan dengan detail terkait hasil pemeriksaannya.

"Kehadiran saya di sini saksi untuk Pak Akil dan Bu Susi, terima kasih ya," kata Atut usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/12).

Kuasa hukum Atut, Tubagus Sukatma, mengatakan kliennya telah menjelaskan apa yang diketahuinya dengan yang ditanyakan penyidik dalam pemeriksaan. Atut diperiksa untuk dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan ketua MK, Akil Mochtar dan pengacara yang juga caleg dari PDI Perjuangan, Susi Tur Andayani.

Mengenai pertemuan antara Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dengan Akil Mochtar di Singapura pada Juli 2013, Sukatma berkata, dalam pemeriksaan sebelumnya Atut sudah menjelaskan kepada penyidik. Atut menjelaskan pertemuan itu terjadi secara tidak sengaja.

"Dalam pemeriksaan lalu sudah dikonfirmasi bahwa pertemuan itu terjadi secara tidak sengaja, tidak didesain, bukan merupakan rancangan. Itu secara kebetulan saja bertemu di sana," ujarnya berkelit.

Sukatma juga membantah jika dalam pertemuan tersebut Atut menyerahkan uang kepada Akil. Atut juga menyampaikan tidak memerintahkan Wawan untuk memberikan uang kepada Akil. Pemeriksaan terhadap Atut, lanjutnya, karena posisi Atut sebagai kakak kandung dari Wawan dan juga Gubernur Banten.

"Bu Atut sama sekali tidak tahu (ada pemberian uang dari Wawan kepada Akil). Tidak ada kaitannya dengan politik, ini karena kedudukannya sebagai gubernur. Wajar saja KPK meminta keterangannya," ujarnya.

Penanganan kasus suap penanganan sengketa pilkada ini diawali dari adanya operasi tangkap tangan (OTT) di rumah dinas Akil Mochtar di Widya Chandra, Jakarta Selatan, pada 2 Oktober 2013 malam. KPK menangkap Akil, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha dari Palangkaraya, Cornelis Nalau.

Setelah itu KPK menangkap Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih di Hotel Red Top, Jakarta Pusat. Mereka menjadi tersangka suap dalam penanganan sengketa pilkada di Gunung Mas. Ternyata KPK langsung mengembangkan kasus ini dengan menangkap dua orang lainnya adalah Wawan dan Susi.

Akil dan dua orang terakhir ini menjadi tersangka suap dalam penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Lebak. KPK menyita uang sebesar satu miliar rupiah yang diduga menjadi uang suap yang akan diberikan kepada Akil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement