REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- PT Huma Indah Mekar (HIM), perusahaan perkebunan karet, mengklaim 1.470 hektare (ha) milik warga lima keturunan Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubabar). Padahal, menurut warga, lahan tersebut tanah ulayat yang sudah didiami warga secara turun temurun.
Dalam pertemuan dengan Kepala Dinas Perkebunan Lampung, Warsito, di ruang rapat Asisten I Pemerintahan Pemprov Lampung, Selasa (10/12) siang, Sekretaris Warga Lima Keturunan Tubabar, Hendri Turaja, mengatakan PT HIM sudah 23 tahun menguasai lahan rakyat yang berhak.
"Sekarang sudah terbit lagi perpanjangan HGU (hak guna usaha) PT HIM di lahan 1.470 ha tersebut sampai tahun 2019," kata Hendri kepada Republika seusai diterima jajaran Pemprov Lampung, Selasa (10/12).
Selama ini, kata dia, tuntutan warga tidak pernah selesai. Pertemuan yang dimediasi tim bentukan gubernur Lampung, belum juga membuahkan hasil. Pihak PT HIM hanya mengutus perwakilan bukan pemilik perusahaan.
Warga belum mau berhenti berjuang sebelum hak mereka dikembalikan. Kepala Disbun Lampung, Warsito, hanya bisa menampung aspirasi ratusan pendemo dari Tubabar.
"Kami akan adakan lagi pertemuan dengan PT HIM dan pihak terkait. Kali ini pemilik PT HIM harus datang duduk sama-sama menuntaskan persoalan ini," kata Warsito.
Hingga kini, buruh karet pekerja di lahan perkebunan milik PT HIM masih berlangsung. Terkadang, buruh karet ini mendapat pengawalan aparat kepolisian yang dminta perusahaan.
Hendri mengatakan bila kasus lahan ulayat warga tidak dapat diselesaikan secara adil, ia tidak akan tahu ke depan apa yang terjadi. "Jangan sampai 'Mesuji' (kasus pembantaian) kedua terjadi di Tubabar," katanya menegaskan.
Warsito belum bisa menentukan kapan pertemuan selanjutnya digelar. Ia mengatakan harus menunggu kesediaan PT HIM. "Kalau dia (PT HIM) maka tidak ada rapat," katanya.
Setelah pertemuan perwakilan pendemo dengan jajaran Pemprov Lampung, massa membubarkan dengan pulang menggunakan bus ke kampungnya sekitar 250 kilometer dari kota Bandar Lampung.