REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakapolri, Komjen Pol Oegroseno, mengakui pihaknya terus mewaspadai berbagai indikasi tindak kejahatan yang disinyalir bisa menghambat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemiu) 2014.
"Ini makanya kami harus hati-hati. Misalnya ada calon legislatif atau kepala daerah yang enggak ada masalah tahu-tahu diduga ijazah SD-nya palsu," kata Oegroseno di Jakarta, Selasa (10/12).
Ia menegaskan kepolisian akan melakukan pengungkapan indikasi adanya upaya dalam rangka menghambat pelaksanaan Pemilu. Lebih lanjut, jenderal bintang tiga itu mengaku akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) guna memproses kasus yang dihadapi para peserta pesta demokrasi tersebut. "Tidak ada istilah dihentikan, tetap jalan ini arahnya ke mana untuk menghambat seseorang," katanya.
Penegakan hukum juga akan tetap dilakukan oleh kepolisian jika ada upaya menghambat pelaksanaan pemilu dengan menghasut peserta terlibat kasus korupsi. "Kalau ada yang laporkan calon itu korupsi, ditelusuri dulu apakah dia memang korupsi, dia membohongi aparat dan masyarakat. Tentu ditangani seperti sebagaimana mestinya," ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Pol Budi Gunawan juga mengungkapkan dari pengalaman Pemilu 2004 dan 2009, suasana menjelang pemilu menjadi semakin panas. Hal itu juga terjadi pada 2013 yang kerap dikatakan sebagai tahun politik.
Guna menghadapinya, diperlukan koordinasi dan sinergi yang erat antara instrumen penyelenggara dan peserta pemilu serta peran masyarakat dan kepolisian yang menjaga keamanan dan kenyamanan.
Budi juga menjelaskan berdasarkan identifikasi permasalahan pemilu, ada pemetaan potensi konflik horizontal (antarparpol peserta pemilu) serta konflik vertikal (antara peserta dengan penyelenggara pemilu) yang kerap terjadi. Oleh karena itu diharapkan adanya komitmen bersama antara seluruh pihak dalam mendukung seluruh tahapan pemilu.