REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penelitian terkait dengan dampak perubahan iklim di Indonesia hingga saat ini belum banyak dilakukan. Kondisi itu menunjukkan negara ini masih lemah dalam perumusan kebijakan iklim internasional.
Hal ini diungkapkan Ketua Program Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Sudibyakto di sela lokakarya "Penyusunan Agenda Riset Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim" di Yogyakarta Senin (10/12).
"Penelitian masih kurang, sehingga kita belum bisa membuktikan jika di Indonesia sudah mengalami perubahan iklim, sehingga sampai sekarang kita masih disetir negara maju, salah satunya dalam perdagangan karbon," kata dia.
Menurut dia, perubahan iklim dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan berbagai bencana alam yang berkepanjangan. Hampir 80 persen peristiwa bencana alam di wilayah Asia sebagai akibat dari perubahan iklim global.
"Dampak perubahan iklim baik secara langsung maupun tidak telah mendominasi hampir 80 persen kejadian bencana di kawasan Asia termasuk Indonesia," katanya.
Contohnya, topan Haiyan yang terjadi di Filipina beberapa waktu lalu merupakan bencana yang terjadi karena perubahan iklim. Badai tersebut telah melumpuhkan berbagai sektor kehidupan di Filipina.
"Untuk Indonesia dengan posisi di ekuator menjadikan kita hanya terkena dampak tidak langsung saja, baik yang ada di belahan bumi selatan maupun di utara," katanya.
Ia mengatakan berbagai bencana alam seperti banjir, kekeringan, badai tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim menimbulkan dampak serius terhadap seluruh aspek kehidupan.
"Beberapa sektor sensitif seperti dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pertanian, kesehatan, infrastruktur, transportasi, energi, pariwisata, dan sosial humaniora merupakan sektor yang akan terimbas serius apabila terjadi bencana," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mengadakan lokakarya untuk menyusun agenda riset bidang mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan tersebut diharapkan diperoleh masukan dalam penyusunan agenda riset untuk mengurangi risiko bencana akibat perubahan iklim.
"Penyusunan agenda riset melibatkan para peniliti dari berbagai bidang ilmu dari 18 fakultas dan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM)," katanya.