REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan pihaknya ingin segera merealisasikan rencana pembangunan jalan layang (flyover) dan terowongan (underpass) di jalan sebidang dengan perlintasan kereta api.
"Akhirnya pusat berpikir, kenapa tidak semua layang, dan karena kita bicara disiplin juga, orang kita kan kalau mau bikin yang bawah segala macem, tetap aja daerah-daerah yang tidak resmi orang buat jalan baru lagi, nah disitu masalahnya," ujar Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, melihat kondisi dalam kota dan kurangnya rasa displin warga dalam berlalu lintas seharusnya dibuat jalan layang atau terowongan saja agar tragedi KRL Bintaro tidak terulang lagi."Masalah disiplin orang, itu kenapa gak dibuat jalan layang aja atau terowongan bawah tanah," ujar dia.
Ahok, demikian ia biasa dipangggil, beralasan bagaimanapun juga transportasi umum massa Jakarta berbasis kereta api.
Ketika ditanya bahwa realisasi itu masih lama, ia mengatakan bahwa kalau kajian pembangunan itu tidak perlu membutuhkan waktu 5 tahun melainkan 2 tahun meskipun akan berdampak kepada kemacetan ibukota.
"Yaaa.. Menhub bilang kan 5 tahun, saya bilang ama menhub 2 tahun juga bisa, jadi kenapa dibuat 5 tahun. Itu soal kajian, saya udah bilang sama Menhub sempet ngobrol, sama Wapres, kalo kita buat itu 6 tahun atau 8tahun atau 5 tahun, efek terhadap kemacetan semkin lama semakin sedikit macetnya," ujar dia.
Ia mengatakan kalau rencana tersebut dipaksakan 2 tahun-3 tahun selesai maka dampak terhadap kemacetan sekitar 67 persen hingga 70 persen, tapi pembangunannya selesai dan dapat mengurangi kecelakaan di perlintasan kereta api.
"Kalau konstruksi kita buat 6 tahun. Macetnya mungkin hanya 47 persen atau lebih, kalo kamu bikin 4 tahun macetnya mungkin 57 persen lebih jadi nambah macetnya gitu loh, kalo kamu paksakan 2 tahun 3 tahun macetnya bisa lebih 67 - 70 persen, saya pilih buat 2 atau 3 tahun saja, jadi kalau mau macet 67 persen hingga 70 persen," kata dia.
Menurut dia, dirinya siap untuk kehilangan jabatan karena memaksakan pembangunan jalan layang atau terowongan selesai dalam jangka waktu 2 tahun hingga 3 tahun.
"Selama 2-3 tahun selesai dengan risiko cuman kehilangan jabatan tapi selesai. Buat saya sama pak Jokowi sama saja, kalo dibuat 7 tahun pun, nambah macet 47 persen. Sekarang aja udah macet, tahun depan lebih macet, tambah 47 persen lebih macet lagi, yaa sama aja, mendingan sekalian, tapi 2 tahun selesai gitu pembangunannya," kata dia.