Senin 09 Dec 2013 19:37 WIB

Nur Wahid: Gratifikasi Penghulu Murni Kelalaian Kemenag

Rep: Hannan Putra/ Red: Citra Listya Rini
Hidayat Nur Wahid
Foto: Republika/Yasin Habibi
Hidayat Nur Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, Mungkin sudah menjadi pertanda kiamat, jika sesuatu yang haram lebih mudah didapatkan dari yang halal. Untuk berzina dengan PSK, seorang hanya merongoh kocek Rp 300 ribu saja. Sementara untuk menikah, perlu membayar penghulu Rp 500 ribu.

Itulah keluhan Gina (26 tahun) warga Lenteng Agung yang sebentar lagi ingin menikah. Setalah aksi mogok penghulu se-Jawa Timur menyusul penangkapan seorang penghulu yang dijerat pasal gratifikasi dalam Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi, kini untuk menikah justru menjadi lebih sulit.

Para penghulu 'ngambek' karena imbalan mengawinkan orang yang mereka dapatkan dipersoalkan. Padahal, terkadang tugas sakral yang mereka lakukan sering kali diluar jam kerja.

Ketua fraksi PKS di DPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan, soal penghulu yang terkena kasus gratifikasi ini akibat kelalaian Kementrian Agama. "Hal ini sudah kita kritisi dengan sangat keras ke kementrian agama. Ini terjadi karena kelalaian Kementrian Agama sehingga membuka celah terjadinya gratifikasi," kata Hidayat kepada Republika, Senin (9/12).

Hidayat mengatakan soal gratifikasi penghulu tersebut sudah dibahas serius di komisi VIII. Ia juga sudah meminta Kemenag segera merespon dan menghadirkan solusi atas kejadian itu. Menurutnya, para penghulu perlu diberikan intensif karena bertugas diluar jam kerja. Seperti halnya karyawan lain, penghulu juga berhak mendapatkan uang lembur atau uang transport. 

"Dulu saya pernah katakan kepada Pak Yasin mantan pimpinan KPK pada oktober 2012 lalu. Ini bisa akan jadi bom waktu. Segera menyelesaikannya agar tidak jatuh korban," ujar Hidayat.

Jika Kemenag bisa lebih peka terhadap permasalahan penghulu ini, para penghulu tersebut tidak harus menerima gratifikasi dan orang tua mempelai juga tidak harus mengeluarkan dana untuk penghulu. Sekarang malah sudah menjadi tradisi di masyarakat bahwa penghulu tersebut harus dibayar.

"Keputusan yang terakhir ini, Kemenag harus mempersiapkan anggaran yang terkait KUA. Namun kami belum mendengar solusi kongkrit dari Kemenag," tutur Hidayat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement