Senin 09 Dec 2013 11:50 WIB

Irjen Kemenag: Biaya Pernikahan di Luar KUA Perlu Diatur

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Buku nikah (Ilustrasi)
Foto: Republika
Buku nikah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biaya pernikahan ke penghulu nikh karena menikahkan pasangan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) dan jam waktu kerja, harus segera diatur. Inspektorat Jendral (Irjen) Kementerian Agama (Kemenag), M Jassin mengatakan, pengaturan tersebut agar memberikan kemudahan ke masyarakat layanan pernikahan khususnya pernikahan di luar KUA dan jam kerja penghulu.

"Biaya nikah di luar KUA dan jam kerja ini harus diatur segera agar ada tata kelola pernikahan yang baik dan layanan publik pernikahan itu akuntabel bagi masyarakat," ujar Jassin kepada ROL, Senin (9/12).

Jassin mengungkapkan, sebenarnya usulan itu sudah lama disampaikan sejak ia masih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2007. Yakni dengan menyiapkan anggaran khusus dalam RAPBN di pemerintah. "Kita usulkan agar biaya operasional penghulu di luar KUA dan jam kerjanya diatur," kata Jassin.

Namun usulan itu tidak direspon Komisi VIII DPR hingga disahkannya APBN. Karenanya tidak ada anggaran operasional itu membuat penghulu yang menikahkan pasangan di luar  KUA dan jam kerja akan menjadi beban bagi penghulu itu sendiri. Terlebih, kata dia, lokasi pernikahan di daerah yang jauh. "Itu dari mana biaya operasionalnya, kalau tidak dianggarkan," ujarnya.

Untuk itu, Yasin kembali mengusulkan perlunya aturan penarifan kembali penghulu yang menikahkan di luar KUA dan jam kerja. Aturan tersebut, kata dia, bentuknya perubahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) No. 47 /2004 tentang P Nomor 47 tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. "Disitu harus ditambah pengaturan biaya pencatatan nikah di luar KUA dan jam kerja," ujarnya menerangkan.

Artinya, menurut Jassin, penerimaan penghulu di luar biaya nikah di KUA dan jam kerja tidak lagi masuk dalam gratifikasi. Karena penghulu bisa menerima pemberian itu dan menyerahkannya KUA sebagai penerimaan negara bukan pajak. Kemudian dengan kesepakatan Kemenag dan Kementerian Keungan, diusulkan penerimaan itu kembali 100 persen ke Kemenag dan diberikan ke penghulu tersebut.

"Aturan ini harus dari rekomendasi Menteri Agama (Menag) dan Komisi VIII sebagai mitra Kemenag, kemudian rekomendasi itu di setujui Kemenkeu." Kalau sudah disepakati, lanjut dia, tinggal diserahkan ke Menteri Sekretaris Negara atau Menteri Sekretaris Kabinet, untuk disahkan Presiden.

 

Dengan pengaturan ini, menurut Jassin akan memberi keamanan bagi penghulu yang menerima imbal jasa atas layanan nikah di luar KUA dan jam kerja. "Ini tinggal 'good will' dari pemerintah aja," tuturnya mengakhiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement