Kamis 05 Dec 2013 09:25 WIB

Legislator: Jangan Tunda Jilbab Untuk Polwan, Anggaran Bukan Alasan

 Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11).  (Republika/Yasin Habibi)
Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi III DPR Almuzzammil Yusuf mengatakan pernyataan Wakapolri Komjen Polisi Oegroseno mengenai penggunaan jilbab merupakan urusan internal Polri adalah sesuatu yang keliru.

"Pernyataan Wakapolri tidak berdasar. Penggunaan jilbab oleh Polwan adalah isu HAM dan dilindungi konstitusi pasal 28E ayat1," ujar Almuzzammil di Jakarta, Kamis.

Penggunaan jilbab, lanjut dia, merupakan perkembangan penghormatan internasional termasuk di Inggris, Kanada, Swedia, dan Victoria Australia.

Seharusnya, kata Muzzammil, pimpinan Polri menyadari bahwa selama ini kebijakannya yang tidak membolehkan Polwan menggunakan jilbab telah melanggar HAM dan Konstitusi.

"Setelah sadar melanggar HAM dan Konstitusi, seharusnya segera memperbaiki diri. Jangan ditunda-tunda. Peraturan yang bijak adalah memberikan kesempatan Polwan untuk kenakan jilbab sambil menunggu SK,uarnya.

Jika alasan penundaan karena anggaran belum tersedia, terang Muzzammil, banyak Polwan yang dengan senang hati mau menggunakan dana pribadi untuk membeli seragam jilbab sesuai dengan seragam di Aceh atau 61 model yang pernah disampaikan mantan Kapolri, Jenderal Timur Pradopo.

"Anggaran bukan halangan. Karena jumlahnya tidak besar. Komisi III akan perjuangkan pada APBNP 2014 anggaran seragam Polwan berjilbab bisa terealisasi. Jadi tidak perlu menunggu sampai 2015," jelas dia.

Muzzammil mengaku telah dihubungi oleh perwakilan Polwan yang mengaku kecewa dengan penundaan jilbab tersebut, namun tidak berani bersuara karena takut kena sanksi.

"Pernyataan dibolehkannya Polwan berjilbab oleh Kapolri Jenderal Polisi Sutarman pekan lalu, bagi mereka seperti mendapat hadiah istimewa yang diambil kembali dari tangan mereka melalui telegram rahasia Wakapolri," tegas dia.

Muzzammil merasa heran dengan komunikasi publik Mabes Polri yang ingin menentang arus apresiasi publik yang sudah mereka raih sebelumnya. Padahal Polri seharusnya terus memupuk dukungan Publik.

"Masa Kapolri sudah nyatakan terbuka dipublik sudah setuju, dengan alasan warna-warni dan keseragaman. Telegram Wakapolri berisi sebaliknya. Pernyataan Kapolri seperti pernyataan yang sangat tidak profesional," kritik Muzzammil.

Muzzammil khawatir ada pihak tertentu yang memiliki niat terselubung untuk melama-lamakan SK dibolehkannya Polwan berjilbab hingga waktu yang tidak jelas.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement