REPUBLIKA.CO.ID,JAARTA--Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro menilai bahwa baik Dewan Perwakilan Rakyat maupun pemerintah tidak memiliki perspektif yang sama dan sejalan terkait dengan pembangunan daerah otonomi baru (DOB).
"Pemerintah memang sudah menerapkan moratorium pemekaran daerah, tapi DPR malah gencar dengan DOB. Ini bukti baik DPR dan pemerintah tidak satu perpektif," ujar Siti ketika dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
DPR sejak beberapa waktu lalu telah mengajukan usulan pembentukan 65 DOB di Indonesia kepada pemerintah, sementara itu pemerintah saat ini sedang melaksanakan moratorium pemekaran daerah.
"Hal ini mengingat bahwa moratorium pembangunan daerah otonomi baru tampaknya hanya berlaku bagi pemerintah, namun tidak untuk DPR," ujar Siti.
Lebih lanjut Siti berpendapat, bila pemerintah konsisten dan percaya diri dalam membangun Indonesia khususnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka bisa saja 65 Rancangan Undang-Undang pemekaran daerah yang diusulkan oleh DPR tersebut tidak ditanggapi oleh pemerintah.
Menurut Siti pemerintah harus mengambil sikap tegas, karena usulan pemekaran 65 daerah itu tidak relevan dan tidak mendesak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Untuk saat ini tak ada cara mujarab mengendalikan hasrat DPR untuk memekarkan daerah, kecuali usulan mereka ini diendapkan dulu atau tak perlu direspon," ujar Siti.
Kemudian Siti mengungkapkan bahwa akibat dari sikap dan pemikiran DPR serta pemerintah yang tidak satu perspektif, maka setiap menjelang Pemilu DPR kemudian mengajukan RUU pemekaran dengan jumlah daerah yang banyak.
"Gencarnya RUU pemekaran tak dapat dilepaskan dari kepentingan politik anggota dewan yang ingin mendapatkan dukungan konstituens di daerah," kata Siti.
Dengan kata lain, kepentingan politik jangka pendek dinilai Siti lebih memotivasi para anggota DPR ketimbang kepentingan menata daerah dan mendorong keberhasilan otonomi daerah.