Senin 02 Dec 2013 06:41 WIB

Survei: Jokowi Tak Nyapres, Golput Naik 9 Persen

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Heri Ruslan
Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Wihdan/Republika
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) menyatakan, semakin tinggi elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) maka semakin semakin turun elektabilitas Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Hal ini menunjukkan, pemilih Megawati beralih memilih Jokowi.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, jika Megawati yang maju menjadi calon presiden (capres) maka perolehan suara Megawati hanya sebesar 17 persen, Aburizal Bakrie (Ical) sebesar 23,8 persen, dan Prabowo Subiakto sebesar 29,1 persen.

Tapi, kata dia, jika Jokowi yang maju sebagai capres dari PDI perjuangan maka perolehan suara Jokowi sebesar 49,1 persen, Ical sebesar 13,2 persen, dan Prabowo sebesar 17,5 persen.

Dia menambahkan, jika Jokowi maju maka pemilih yang belum memutuskan untuk memilih sebanyak 20,2 persen. Sedangkan, kalau Megawati yang maju maka pemilih yang belum memutuskan untuk memilih sebanyak 29,4 persen. "Ini berarti, kalau Jokowi tidak maju nyapres maka potensi golput naik sembilan persen," kata Burhanuddin, Ahad (1/12).

Jika pemilihan presiden dilakukan saat ini, terang Burhanuddin, Jokowi mendapatkan suara paling tinggi, yakni sebesar 18 persen, disusul Prabowo sebesar 6,9 persen, Ical sebesar 5,7 persen, Wiranto sebesar 4,2 persen, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebesar 2,7 persen, Megawati sebesar 2,3 persen, dan Jusuf Kalla 1,4 persen.

"Jokowi memang tertinggi, tapi Jokowi belum melekat ketokohannya, artinya saat responden ditanya secara spontan, mereka yang memilih Jokowi belum 50 persen, beda dengan SBY yang sangat melekat dulu," kata Burhanuddin.

Sebenarnya, lanjut Burhanuddin, masing-masing capres sudah dikenal perbedaannya. Jokowi dianggap kurang pintar, Prabowo dianggap paling tegas, dan Ical dianggap paling pintar.

Selain itu, menurut Burhanuddin, berdasarkan survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, Jokowi dinilai sebagai capres paling jujur sebesar 20 persen. Sedangkan, kejujuran capres lain dinilai masih jauh di bawah Jokowi, misalnya, kejujuran Aburizal Bakrie hanya sebesar enam persen, Prabowo enam persen, Wiranto empat persen, dan Megawati hanya tiga persen.

Burhanuddin menambahkan, Jokowi kembali menempati posisi tertinggi, yakni sebesar 19 persen sebagai capres yang dinilai perhatian kepada rakyat, disusul Aburizal Bakrie sebesar lima persen, Prabowo lima persen, Wiranto lima persen, dan Megawati hanya dua persen. Namun, dalam hal kepintaran, Jokowi dianggap yang kurang pintar dan hanya meraih enam persen, Megawati sebesar nol persen, Wiranto sebesar empat persen, dan Prabowo sebesar delapan persen.

"Aburizal dianggap sebagai capres paling pintar, namun sayangnya masyarakat tidak menganggap pintar sebagai kriteria penting," kata Burhanuddin.

Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristyanto mengatakan, berdasarkan survei, rakyat lebih membutuhkan pemimpin jujur daripada pemimpin yang hanya pintar. Menurutnya, kriteria jujur akan dijadikan indikator penilaian di internal PDI Perjuangan.

"Saat dilakukan tes psikotes, kami akan memilih kader yang hasil psikotesnya jujur dan dapat dipercaya daripada yang punya banyak kapital. Sebab, saat ini Indonesia membutuhkan perubahan," kata Hasto.

Menurut Hasto, tugas partai politik adalah mempersiapkan calon pemimpin. Presiden yang dibutuhkan oleh rakyat, terang Hasto, adalah presiden yang menempuh jalan kerakyatan.

Menurutnya, Jokowi muncul dengan kesatuan sejarah untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan, demokrasi politik, dan ekonomi yang berkeadilan sosial. Perubahan ini mengandalkan orang muda, tapi yang sadar dengan sejarah bangsanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement