REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan telegram rahasia (TR) yang melarang kembali polisi wanita (polwan) mengenakan jilbab merupakan kebijakan tak masuk akal. Alasan ketiadaan anggaran pengadaan jilbab seharusnya bisa diatasi secara internal.
Komisioner Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, kalaupun polisi tak memiliki anggaran, biarkan masing-masing polwan membeli atau membiayainya. "Ketiadaan biaya dan kekurangteraturan seharusnya bukan menjadi alasan bagi elite Polri," ujar Neta, di Jakarta, Ahad (1/12).
Neta mengatakan, penggunaan jilbab di lingkungan polwan seharusnya menjadi hal sangat penting di tengah terpuruknya citra Polri saat ini. Dengan banyaknya polwan berjilbab, publik menilai ada perubahan moral yang signifikan di lingkungan kepolisian.
Apalagi, Kapolri Jenderal Sutarman sudah memberi izin lisan terkait jilbab polwan. "Yang punya jilbab, silakan gunakan," ujar Sutarman, Selasa (19/11). Namun, pada Kamis (28/11), terbit TR dari Wakapolri Komjen Oegroseno yang menunda penggunaan jilbab hingga DPR menyepakati anggaran penyediaan jilbab dan ada aturan keseragaman jilbab.
Neta berharap TR itu dicabut karena polwan sudah hampir lima tahun berjuang agar pemakaian jilbab diizinkan. Pencabutan itu penting karena saat ini sudah banyak polwan di berbagai wilayah yang sudah mengenakan jilbab setelah mendapat izin dari kapolri.
Tokoh muda Islam, Yusuf Mansur, berpendapat, menunda polwan untuk berjilbab tentu bukan pilihan bijak. Namun, Yusuf meminta publik tidak menaruh prasangka buruk kepada Polri. "Bantu Kapolri dan jajarannya dengan kepositifan," kata Yusuf, Ahad (1/12).
Bila pangkal masalah jilbab ini ketiadaan anggaran, kata Yusuf, umat Islam akan maju membantu. Amat disayangkan jika para polwan telah berjilbab setelah ada izin dari Kapolri, tapi harus melepasnya kembali karena ada aturan penundaan.
Wakapolri Komjen Oegroseno mengatakan, tidak ada niatan dari petinggi Polri melarang polwan berjilbab. Polri menyadari penggunaan jilbab bagi wanita Muslimah adalah ibadah dan bagian dari hak asasi. Namun, hal itu perlu diatur ketika masuk dalam organisasi.
"Sekarang begini, kita shalat menghadap kepada Allah tidak pakai sandal boleh, 'kan? Lalu kenapa masuk Mabes Polri tidak boleh pakai sandal? Artinya, ada yang diatur. Demi apa? Demi kebaikan. Jadi, jangan disamaratakan," ujar Oegroseno, Ahad (1/12).
Oegroseno berharap polwan bersabar hingga ada aturan jelas. Ketika aturan itu telah jelas, polwan dapat menikmati hasilnya. Menurut Oegroseno, Polri ingin membuat konsep aturan yang kokoh sehingga tidak perlu ada revisi lagi.
Tim pembuat model jilbab bekerja keras mengkreasikan rancangan jilbab yang cocok untuk polwan dalam menunaikan tugasnya, misalnya saat mengatasi kriminalitas. Secara pribadi, Oegroseno mengidamkan jilbab polwan seperti di kepolisian Kerajaan Arab Saudi, yakni tertutup auratnya dan hanya kelihatan mata.