REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rancangan Peraturan Daerah tentang Minuman Keras yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang, Jawa Timur, masih sulit direalisasikan karena tidak mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang Arif Wahyudi di Malang, Sabtu (30/11), mengakui rancangan peraturan daerah (raperda) yang disusun dan diajukan sejak 2006 itu belum mendapat dukungan dari pemerintah kota, sehingga pembahasannya juga tidak bisa intensif.
"Padahal, kalau raperda yang mengatur peredaran minuman keras itu sudah disahkan menjadi perda, dan benar-benar ditegakkan, diharapkan mampu menekan angka peminum di pinggir jalan, sehingga mengurangi angka kriminalitas yang disebabkan dari efek minuman keras," kata politisi dari PKB itu.
Dari hasil kajian sosiologis yang pernah dilakukan, katanya, faktor utama terjadinya perselisihan antarwarga salah satunya dipicu oleh efek minuman keras. Jika sudah ada Perda yang mengatur tentang minuman keras paling tidak bisa mengurangi penyakit sosial yang seringkali meresahkan warga tersebut.
Ia mengatakan dalam Ranperda minuman keras itu, di antaranya mengatur tentang kadar minuman beralkohol yang boleh dijual bebas, termasuk aturan mengenai tempat yang legal untuk mengkonsumsi minuman keras.
Selain itu, lanjutnya, dalam Perda tersebut juga diatur mengenai sanksi denda berupa materi yang cukup besar, yakni sebesar Rp 50 juta bagi pihak-pihak yang melanggar.
Menurut dia, hanya ada tiga tempat yang boleh menjual minuman beralkohol kadar tinggi tersebut, yakni hotel dengan klasifikasi bintang 3, 4 dan 5, restoran dengan tanda talam kencana serta bar, yang didalamnya termasuk pub dan kelab malam.
Arif berharap Ranperda tersebut bisa segera direalisasikan dan disahkan menjadi Perda. Oleh karena itu, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan sosialisasi kembali secara intensif dan Pemkot Malang pun juga tanggap serta merespon usulan dewan.