Kamis 28 Nov 2013 15:54 WIB

Soal Kelapa Sawit Indonesia, SBY: Saya Tidak 'Happy'

Rep: Esthi Maharani/ Red: Mansyur Faqih
 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti belum bisanya komoditas berupa minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) masuk ke pasar internasional. Alasan utama yang dikemukan tak lain karena proses untuk mendapatkannya merusak dan tidak ramah lingkungan. 

Ia mengaku tidak senang dengan anggapan dunia internasional terhadap CPO Indonesia. Ia pun meminta agar pemerintah, pengusaha, hingga LSM ikut berkontribusi dan memperjuangkan komoditas kelapa sawit di perdagangan internasional. 

"Ada kritik atau sorotan bahkan seolah-olah sudah divonis bahwa kelapa sawit itu merusak lingkungan. Saya tidak happy. Jangan generalisasi dan vonis kelapa sawit identik dengan kerusakan lingkungan," katanya saat membuka konferensi minyak sawit Indonesia ke-9 di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/11). 

Ia meminta, CPO harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Sehingga tidak melulu mendapatkan penolakan atau hambatan diberbagai tempat di dunia dengan alasan tidak ramah lingkungan. Caranya, harus dibuktikan kalau telah dilakukan banyak hal dan perbaikan untuk memastikan penanaman kelapa sawit dan produk turunannya tidak merusak lingkungan. 

Yang tak kalah penting juga terus dilakukan negosiasi. "Kalau ada yang kurang tidak ada dikritik, tapi setelah dilakuan perbaikan, harus berani pula berkata bahwa industri kelapa sawit Indonesia telah melakukan sesuatu dan tidak patut diembargo atau ditolak," papar SBy. 

Menurutnya, penolakan CPO Indonesia terus menerus terbilang tidak adil. Karena Indonesia telah melakukan berbagai macam perbaikan di sektor tersebut. Terutama dalam dunia perdagangan internasional. 

"Jangan mau dicari-cari masalah seperti merusak lingkungan dan sebagainya, dihalang-halangi masuknya komoditas kita ke pasar internasional. Kita juga bisa menghalangi komoditas negara lain ke Indonesia," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement