REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap Wakil Presiden Boediono sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
KPK masih mendalami aktor intelektual dalam keputusan untuk Bank Century hingga menggelontorkan dana talangan atau bailout sebesar Rp 6,7 triliun. "Kalau kita lihat aturannya, pemberian fasilitas FPJP itu melalui rapat dan rapat itu sifatnya kolektif kolegial. Tapi tentunya kami masih ingin mendalami supaya kita ingin memastikan siapa aktor yang paling bertanggung jawab," kata Ketua KPK, Abraham Samad, Selasa (26/11).
Samad menambahkan, pemeriksaan terhadap Boediono sampai saat ini masih dianggap cukup. Keterangan Boediono masih didalami tim satgas Century agar dapat diketahui apakah keterangannya sudah cukup atau masih diperlukan keterangan-keterangan lain untuk pemeriksaan lanjutan. "Belum bisa disimpulkan (apakah Boediono akan diperiksa lagi) karena kita masih akan mengkajinya," jelas Samad.
Penetapan tersangka dan penahanan terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia IV Bidang Pengelolaan Moneter, Budi Mulya, lanjutnya, bukanlah akhir dalam penanganan kasus Bank Century. Menurutnya masih ada aktor intelektual dalam kasus ini yang harus ditemukan penyidik.
Ia meminta agar masyarakat memberikan kesempatan kepada KPK untuk mendalami terus berbagai keterangan dari seluruh saksi. Ia juga mengakui keputusan kepada bank Century ini dilakukan secara kolektif kolegial atau bersama-sama dan masih didalami pihak-pihak yang dianggap bertanggungjawab dalam kasus ini.
Ia berjanji, jika memang ada pihak lain yang dianggap terlibat, KPK tidak akan ragu untuk menetapkannya sebagai tersangka. Saat ditanya apakah KPK berencana untuk mengkonfrontir keterangan Boediono dengan mantan Menteri Keuangan sekaligus mantan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Sri Mulyani, ia mengakuinya.
"Ya, ya (akan dikonfrontir), tapi masih belum disimpulkan (waktunya), kita kan mau masih ekspose (gelar perkara) lagi perkaranya," kata Samad.