Senin 25 Nov 2013 21:28 WIB

Pakar: Indonesia Harus Antisipasi 'Cyber War'

Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.
Foto: post.jargan.com
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar teknologi informatika Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Hamid, mengimbau pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya perang yang memanfaatkan media informasi teknologi atau 'cyber war'.

"Pemerintah harus memperkuat website yang masih lemah, sehingga tidak mudah terkena cyber attack," kata Ketua Pusat Studi Forensik Digital Fakultas Teknologi Informatika (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) ini, di Yogyakarta, Senin (25/11).

Menurut dia, langkah pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Pertahanan yang telah mengumpulkan 'tentara cyber' melalui berbagai ajang kompetisi dan sejenisnya merupakan langkah baik yang patut diapresiasi.

"Kompetisi cyber yang sering dilakukan pemerintah sesungguhnya juga merupakan upaya melakukan perlindungan berbagai kelemahan situs di Indonesia," katanya.

Ia mengatakan kasus penyadapan oleh Australia terhadap komunikasi beberapa pejabat di Indonesia tidak hanya menghebohkan masyarakat, tetapi juga memicu munculnya semangat nasionalisme dari beberapa elemen masyarakat dengan bertindak reaktif.

Hal itu dapat dilihat dengan munculnya aksi beberapa peretas Indonesia yang mengaku telah meretas beberapa situs di Australia. 'Cyber attack' itu pada akhirnya berbuntut aksi saling balas.

"Beberapa halaman website dan server penting Indonesia seperti Garuda Indonesia dan Angkasa Pura juga berhasil disusupi oleh kelompok anonymous Australia. Hal itu merupakan salah satu bentuk perang yang memanfatkan media informasi teknologi," katanya.

Menurut dia, adanya situs instansi pemerintah di Indonesia yang berhasil dijebol oleh peretas menandakan masih banyak titik kelemahan dalam situs  tersebut, sehingga pada dasarnya bukan keahlian seorang 'hacker' yang dapat menjebolnya melainkan karena lemahnya sistem pengamanan.

"Website pemerintah yang diretas tersebut bukan karena peretasnya yang ahli tetapi karena lemahnya pengamanan," kata dosen Jurusan Teknologi Informatika FTI UII itu.

Meskipun demikian, dirinya belum yakin bahwa pelakunya adalah 'hacker' Australia mengingat sejauh ini belum ada bukti dari mana sumber penyerangnya. Hal itu masih perlu dibuktikan siapa peretas situs instansi pemerintah Indonesia.

"Apalagi jika dilihat website yang diserang anonymous Indonesia bukan situs-situs yang berhubungan langsung dengan instansi pemerintah Australia sebagai pihak yang ditengarai telah menyadap pejabat Indonesia," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement