REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kinerja Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dinilai masih belum mampu memuaskan buruh terkait penetapan upah minimun kabupaten/kota.
"Ketidakpuasan buruh dikarenakan Ganjar gagal menepati janji yang pernah dia sampaikan saat menjanjikan upah minimum kabupaten/kota sebesar tiga juta rupiah per bulan," kata dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang, Priyatno Harsasto di Semarang, Senin (25/11).
Menurutnya, penetapan UMK Jateng 2014 beberapa waktu lalu, jauh dari apa yang pernah Gubernur Jateng katakan sebelumnya. Hal ini dikatakan Priyanto, jelas membuat para buruh kecewa. Padahal di lain sisi, Ganjar mempunyai pandangan yang berbeda.
"Buruh menanggapi serius saat Ganjar berusaha mencairkan suasana saat pertemuan dengan sedikit bercanda terkait usulan UMK sehingga terjadilah 'miss' komunikasi antara buruh dengan Ganjar," ujarnya.
Akibatnya, hingga kini masih sering terjadi demonstrasi yang dilakukan para buruh di Kota Semarang. Menurutnya demo buruh Semarang berbeda dengan buruh di kota besar seperti DKI Jakarta yang sudah mulai jarang berunjuk rasa terkait UMK.
"Hal ini sangat berbeda dengan DKI Jakarta, meskipun tuntutan para buruh tidak dipenuhi, namun gubernur setempat Joko Widodo mampu menjelaskan kondisi ke buruh dan di Jakarta sendiri sudah terdapat kartu Jakarta pintar dan kartu Jakarta sehat," ujarnya.
Sebenarnya, kata dia, tuntutan para buruh sudah terpenuhi, berbeda dengan Jateng yang tidak terdapat fasilitas seperti di DKI Jakarta dan juga tiap daerah di Jateng memiliki skema jaminan kesehatan daerah yang berbeda-beda.
"Di Jateng sendiri yang memiliki sistem pelayanan pendidikan dan kesehatan yang bagus hanya di Magelang, Purbalingga, serta Surakarta dan kebetulan di daerah tersebut bukan daerah yang terdapat banyak buruh," katanya.
Ia mengungkapkan elektabilitas PDI Perjuangan yang mengusung Ganjar terpengaruh oleh kinerja mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu. Namun hal ini sangat sulit diprediksi karena Ganjar juga dinilai masih baru sebagai gubernur.
"Sebenarnya yang menjadi masalah itu peran kabupaten-kota yang 'mematok' biaya hidup daerah setempat kemudian disesuaikan dengan tingkat inflasi sehingga dapat memberi gambaran kepedulian terhadap buruh dengan memberikan bantuan untuk meringankan kebutuhan hidup buruh," ujarnya.