Rabu 20 Nov 2013 19:44 WIB

Soal Penyadapan, Pemerintah Diminta Tunjukan Kepemimpinan

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memberikan respon lanjutan terkait kabar penyadapan yang dilakukan Australia. Setelah memanggil pulang Duta Besar Indonesia di Australia untuk berkonsultasi, pemerintah kemudian menghentikan sementara sejumlah kerja sama dengan negeri kanguru itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menyampaikan secara resmi pernyataan itu, Rabu (20/11). Pengamat Hubungan Internasional Teuku Rezasyah menilai, presiden memang harus menunjukkan langkah tegas saat melihat adanya ancaman yang dianggap dapat mengganggu kedaulatan negara. "Sebagai negara besar, harus menunjukkan kepemimpinan," kata dia, saat dihubungi Republika, Rabu.

Teuku menilai, SBY harus tampil dalam menangani isu vital. Isu sentral itu perlu ditangani secara proporsional. Teuku mengatakan, pemerintah Indonesia sudah melihat adanya kabar penyadapan yang dilakukan Australia itu mulai menggangu kedaulatan. Apalagi pemerintah Australia masih belum memberikan klarifikasi yang jelas mengenai kabar tersebut. 

Perdana Menteri Australia Tony Abbott pada Selasa (19/11) juga merasa tidak perlu meminta maaf. "Kalau melenakan, nanti tercipta tradisi menganggap masalah kedaulatan itu tidak penting," ujar dia.

SBY menyampaikan beberapa kerja sama dengan Australia yang dihentikan sementara waktu. Yaitu, kerja sama pertukaran informasi dan pertukaran intelijen. Kemudian kerja sama latihan militer bersama, baik Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, atau latihan yang bersifat gabungan. Kerja sama lainnya yang dihentikan sementara, yaitu koordinasi terkait masalah penyelundupan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement