Selasa 19 Nov 2013 14:16 WIB

Hukum Adalah Keadilan

Pengadilan (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supri
Pengadilan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh  Erman Rajagukguk

Hukum sebagai suatu sistem, menurut Lawrance M Friedman, terdiri dari tiga unsur: substansi, aparatur, dan budaya hukum (legal culture). Di negara-negara civil law, yaitu hukum yang berasal dari Code Napoleon yang lahir pada pemerintahan Napoleon Bonaparte (1679-1821), Prancis, menyebar ke seluruh Eropa Barat, termasuk Belanda karena diduduki oleh Prancis.

Hukum Prancis dibawa oleh Belanda ke Hindia-Belanda sehingga Indonesia masuk civil law country di mana substansi hukum adalah peraturan perundang-undangan. Namun, hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu perkara karena undang-undang tidak ada atau tidak jelas. Hakim harus mencipta hukum. Pendidikan hukum di civil law country adalah belajar peraturan perundang-undangan.

Pada common law country, hukum yang diciptakan oleh Raja Inggris Henry II (1133-1189), substansi hukum adalah putusan hakim. Belajar hukum di Amerika Serikat, Inggris, Australia adalah menganalisis putusan pengadilan. Common law menganut doktrin stare cecisis: hakim-hakim yang belakangan mengikuti putusan-putusan hakim yang terdahulu yang fakta-faktanya sama.

Saya dalam praktik menggabungkan keduanya karena dua alasan. Klien tidak datang dari Belanda atau Eropa Barat saja, tetapi juga dari Amerika Serikat dan Australia, yang lebih mengerti putusan hakim daripada membaca hanya peraturan perundang-undangan. Saya menganggap pula peraturan perundang-undangan itu adalah law in the book (hukum dalam buku), putusan hakim adalah law in action (hukum dalam praktik).

Namun, kalau kita kembali pada teori hukum alam (natural law), yaitu hukum yang datang dari Tuhan melalui kitab-kitab suci yang kemudian dituangkan dalam peraturan perundang-undangan oleh manusia, hukum itu adalah keadilan. Hal ini ditegaskan Allah dalam surah an-Nisaa ayat 58: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Jadi, menurut Islam, hukum itu adalah keadilan. Peraturan perundang-undangan harus berisi keadilan. Putusan hakim harus juga berisi keadilan, hakim harus memberikan keadilan. Kadang-kadang hukum itu dibedakan dengan keadilan. Umpamanya Oliver Wendell Holmes, ketua Mahkamah Agung Amerika pernah mengatakan: “This is a court of law, young man, not a court of justice.”  Tanpaknya, ia membedakan hukum dengan keadilan.

Unsur kedua dalam sistem hukum, kata Lawrance M Friedman, adalah aparatur hukum. Di negara kita, institusi legislatif yang bersama-sama dengan eksekutif membuat undang-undang; institusi eksekutif yang mengeluarkan peraturan pelaksanaan suatu undang-undang; dan lembaga yudikatif yang melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Sekarang ini kita sedang galau karena aparatur hukum dilanda kekacauan dan di antaranya karena perbuatan korup sementara orang-orangnya. Padahal, Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 188: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

Harapan saya kepada advokat janganlah mencoba-coba menyuap hakim untuk memenangkan suatu perkara, terutama karena itu korupsi dan dosa, menjadi sebab rusaknya dan runtuhnya hukum kita. Antisuap, antikorupsi harus menjadi unsur ketiga dari sistem hukum kita, harus menjadi salah satu budaya hukum Indonesia.

Lawrance M Friedman mengatakan. unsur yang menentukan untuk tegaknya suatu sistem hukum adalah budaya hukum. yaitu persepsi masyarakat terhadap hukum dan apa fungsi hukum dalam masyarakat. Sebagai advokat ingat-ingatlah kepada firman Allah dalam surah al-Baqarah Ayat 42: “Janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan (kesalahan, kejahatan, kemungkaran) dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”

Advokat harus belajar terus untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dengan rajin membaca buku. Thomas Jefferson pada 5 Februari 1769 menulis kepada sahabatnya, Thomas Turpin: “A lawyer without books would be like a workman without tools (Lawyer tanpa buku seperti tukang tanpa perkakas).”

Guru Besar Fakultas Hukum UI, Dekan Fakultas Hukum UAI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement