REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Himbauan pemerintah agar Bulog bersikap proaktif dalam mengendalikan harga kedelai, langsung disikap Bulog Sub Divre IV Banyumas dengan melakukan penyerapan.
Bahkan sejak dua bulan terakhir, Bulog melakukan pembelian kedelai lokal hasil produksi petani Banyumas.
''Sejauh ini kita sudah melakukan pembelian kedelai sebanyak 10 ton. Semuanya merupakan kedelai lokal yang dihasilkan petani di Kabupaten Banyumas,'' kata Humas Bulog Sub Divre Banyumas, Priyono, Senin (18/11).
Dia mengakui, jumlah kedelai yang diserap memang masih tergolong sedikit. Dibandingkan dengan kebutuhan kedelai di Kabupaten Banyumas yang mencapai lebih dari 25 ribu ton per hari, maka jumlah kedelai yang mampu diserap masih sangat kecil.
Namun menurutnya, angka penyerapan sebanyak 10 ton tersebut, sudah merupakan tingkat penyerapan yang maksimal karena luas lahan kedelai yang pada akhir tahun ini memasuki masa panen, memang sangat sedikit.
''Itu pun kita harus bersaing dengan pedagang lain, karena memang kebutuhan kedelai memang cukup banyak,'' jelasnya.
Agar bisa bersaing dengan pedagang kedelai, Bulog juga melakukan pembelian kedelai dengan tingkat harga yang jauh di atas HPP (Harga Pedoman Pemerintah). Yakni, dengan harga mencapai Rp 8.500 pr kg. Padahal HPP kedelai yang saat ini ditetapkan pemerintah hanya sebesar Rp 7.400 per kg.
''Kalau dalam pembelian kita menerapkan harga sesuai HPP, petani tidak akan mau menjual kedelainya pada kita. Karena itu, kita juga harus melakukan pembelian sesuai dengan harga pasar,'' jelasnya.
Sedangkan untuk harga jualnya, Priyono menyatakan, pihak Bulog boleh dikatakan tidak mengambil keuntungan. Kedelai yang dibeli dengan harga Rp 8.500 per kg tersebut, dijual kembali dengan harga Rp 8.600.
''Memang ada selisih harga Rp 100 per kg. Namun selisih harga itu, kami gunakan untuk transportasi. Bahkan kedelai tersebut kami antar ke rumah pembeli,'' katanya.
Dengan harga jual sebesar itu, Priyono menyebutkan, harga kedelai yang dijual Bulog masih lebih rendah dengan harga kedelai di pasar-pasar.
Di pasaran Banyumas, khusus kedelai lokal saat ini berkisar antara Rp 8.700 hingga Rp 8.900 per kg. ''Dengan harga jual tersebut, maka kedelai yang dijual Bulog menjadi cukup laris. Bahkan pembelian kedelai sebanyak 10 ton tersebut, saat inu sudah ludes terjual,'' tambahnya.
Menurutnya, Bulog Banyumas melakukan hal ini semata-mata untuk menggairahkan petani agar di wilayah eks Karesidenan Banyumas, agar kembali bergairah menanam kedelai.
Dengan demikian, diharapkan pada masa-masa mendatang maka luas lahan kedelai di wilayah eks Karesidenan Banyumas akan kembali meningkat.
Dia menjamin, berapa pun produksi kedelai yang dihasilkan petani, Bulog akan terus melakukan pembelian kedelai. Bahkan dengan tingkat harga yang sesuai dengan harga pasar.
Dia mengakui, bila dibandingkan dengan lahan sawah yang ditanami padi, maka hasil bertani kedelai memang masih berada di bawahnya.
Dalam satu hektar tanaman kedelai, paling hanya akan menghasilkan kedelai sebanyak 1,5 ton. Sementara bila ditanami padi, sawah bisa menghasilkan sekitar lima ton gabah kering giling.
''Meski harganya jauh lebih tinggi dari kedelai, namun uang yang dihasilkan dari hasil panen padi dan kedelai, tetap lebih banyak padi,'' katanya.
Namun Priyono menyebutkan, bila yang ditanami adalah lahan tegalan atau lahan kering, maka hasilnya akan lebih banyak bila ditanami kedelai.
Soalnya, padi yang ditanam di lahan kering, paling banyak akan menghasilkan panen dua hingga dua setengah ton padi kering giling. Sementara harga jualnya, jauh lebih tinggi kedelai.
Priyono menyelaskan, saat ini Bulog Banyumas sedang menunggu hasil praktik panen petani kedelai yang ada di Kabupaten Purbalingga.
Diperkirakan, petani kedelai di kabupaten itu, akan mulai memasuki panen pada akhir November 2013 ini. ''Mudah-mudahan saja hasil panennya cukup baik, sehingga pembelian kedelai oleh Bulog bisa lebih banyak lagi,'' katanya.