Rabu 13 Nov 2013 19:24 WIB

'Penyelesaian Desa Sumber Kelampok Harus 'Win-win Solution''

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Komisi I DPRD Bali, I Made Arjaya mengatakan, pihaknya menginginkan adanya win-win solution terhadap kasus Desa Sumber Kelampok.

Syarat untuk bisa mendapatkan solusi itu kata Arjaya, adanya pembicaraan pihak Pemprov dengan masyarakat desa di kawasan Bali Barat itu.

"Penyelesaiannya adalah sama-sama punya itikad baik, tidak ada yang memaksakan kehendak," kata Arjaya di Denpasar, Rabu (13/11).

Kasus Desa Sumber Kelampok adalah masalah hak kepemilikan tanah. Masyarakat yang selama ini secara bersama-sama telah menempati dan menggarap tanah merasa berhak untuk memperoleh sertifikat hak milik.

Sedangkan tanah tersebut adalah tanah milik Pemprov Bali yang pelepasannya harus melalui persetujuan DPRD Bali.

Menurut Arjaya, tanah dengan HGU nomor dua dan nomor tiga dengan luas lebih dari 400 hektare itu, sesuai dengan UU adalah aset Pemprov Bali.

Namun masyarakat boleh memintakan hak atas tanah itu, mengingat mereka tinggal di desa yang secara definitif telah diakui Kemendagri dan telah menempatinya cukup lama.

"Tentunya tidak semua tanah aset Pemprov Bali bisa mereka minta, tapi sebagian dan sepantasnya saja," katanya menjelaskan

Arjaya mengatakan, pembentukan Pansus oleh Pemprov Bali akan mempermudah penyelesaian masalah tanah di Desa Sumber Kelampok.

Sebab, Pansus nanti akan bekerja untuk mendata jumlah penduduk, termasuk mencari tahu sudah berapa lama mereka tinggal di sana dan menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk memperoleh hak atas tanah itu.

Sebab tanah tidak dibagi habis urai Arjaya, maka sisanya boleh digarap oleh warga masyarakat setempat sepanjang belum digunakan oleh Pemprov Bali.

"Tapi kalau nanti tanah itu diperlukan, maka masyarakat harus bisa menerimanya dan tidak mempersoalkannya, apalagi sampai menuntut yang macam-macam," katanya.

Mengenai berapa luas tanah yang pantas diminta oleh setiap kepala keluarga, Arjaya mengatakan, setidaknya seluas tanah minimal yang diperlukan untuk rumah ideal orang Bali. Tapi karena ini berada di desa, maka luasnya bisa melebihi dari keperluan minimal itu.

"Yang jelas tanah tidak dibagi habis, karena tanah itu memang merupakan aset Pemprov Bali. Kalau semuanya ngotot dan tidak mau mengalah, masalahnya tidak akan selesai," kata Arjaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement