REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah tersangka Anas Urbaningrum pada Selasa (12/11) lalu.
Dalam penggeledahan itu, KPK menyita uang sekitar Rp 1 miliar, paspor milik isteri Anas, Athiyah Laila serta buku Surat Yasin bergambar Anas.
Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana mengatakan masalah penggeledahan itu merupakan kewenangan dari tim penyidik KPK. "Itu kan urusan KPK, kita kan nggak bisa ikut-ikutan urusan hukum begitu," kata Sutan yang ditemui di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/11).
Sutan menambahkan penggeledahan tersebut mungkin dilakukan KPK untuk menyelesaikan perkara dalam kasus Hambalang. Juga termasuk pemeriksaannya sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya untuk tersangka Anas Urbaningrum.
Mengenai uang yang disita yang diklaim merupakan uang kas ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) apakah berasal dari aliran dana proyek Hambalang, ia berkelit tidak mengetahuinya. "Nggak tahu saya, masalah Hambalang saja saya nggak tahu, apalagi masalah uangnya," ujar Sutan.
Saat ditanya soal surat gelap yang diklaim PPI merupakan ditulis dari seorang penyidik KPK yang menjadi simpatisan Anas, ia juga enggan menanggapunya. Menurutnya hal itu untuk mengalihkan isu dari penanganan kasus Hambalang.
"Itu kan mengalihkan isu saja, kenapa petinggi-petinggi itu disebut kan jadi seksi kalau dikait-kaitkan. Itu kan surat kaleng, surat gelap, ngapain ditanggapi, yang terang-terang saja kan bisa," ucapnya setengah tertawa.
Sebelumnya surat gelap diklaim ditemukan usai penggeledahan tim penyidik KPK di rumah Anas pada Selasa (12/11) malam. Surat tersebut dibacakan Juru Bicara Pergerakan Persatuan Indonesia (PPI) Ma'mun Murad.
Surat itu mengaku ditulis pegawai KPK yang enggan menyebutkan identitasnya. Si penulis juga mengaku pendukung Anas. Penulis mengungkapkan ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) M Nazaruddin yang menyebutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima dana untuk kampanye pada Pilpres 2009. Namun informasi ini tidak ditindaklanjuti KPK.