REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Mahkamah Konstitusi (MK) Muhammad Asrun mendorong kalangan DPR RI untuk ikut mengajukan uji materi (judicial review) terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang MK.
"DPR menurut saya harus juga mengajukan uji materi terhadap Perppu MK, kalau perlu DPR mengajukan sengketa antar-lembaga negara karena hak DPR (menyeleksi hakim MK) diambil alih oleh Presiden melalui pembentukan panel ahli," kata Muhammad Asrun di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Muhammad Asrun yang merupakan salah satu penggugat Perppu MK menilai pelimpahan seleksi Hakim MK kepada panel ahli seperti tertuang di dalam Perppu MK, merusak proses "check and balance" yang selama ini dijalankan DPR. "Biar DPR melakukan seleksi sendiri karena ini ada kepentingan pembentukan undang-undang, DPR kan yang mengerti undang-undang," kata Asrun.
Asrun juga menilai persyaratan hakim konstitusi harus bergelar doktor seperti diamanatkan Perppu MK sangat diskriminatif. Dia menilai bahwa hakim konstitusi sebaiknya cukup bergelar S2. "Apa hebatnya doktor, cukup S2. Untuk menjadi hakim agung saja tidak perlu menjadi doktor. Lagipula hakim MK seperti pak Akil, pak Hamdan itu dulunya saat terpilih bukan doktor," kata dia.
Lebih jauh dia mengatakan, persyaratan calon hakim konstitusi yang harus non-aktif dari partai politik merupakan tindakan yang jahat, karena telah mencurigai politisi secara general.
"Menurut saya sangat tidak etis mencurigai semua politisi jelek. Menjadi seorang politisi adalah pilihan, dan politisi itu membuat undang-undang. Kalau politisi dianggap buruk, DPR tidak perlu membuat undang-undang, presiden saja yang bikin undang-undang sendiri," kata Asrun.