REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta meyakini masih banyak korban kasus dugaan penipuan investasi emas yang melibatkan PT Intan Cahaya Sakti. Hal ini mengingat perusahaan yang bergerak di bidang jual beli emas dan perak tersebut telah beroperasi sejak 2002.
"Korban lain mungkin sulit melaporkan atau malu sehingga kami rilis kasus itu lebih awal agar mengundang korban lain untuk melapor," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY, Kombes Pol Joko Lelono, dihubungi Republika, Selasa (12/11).
Kasus penipuan investasi emas melibatkan PT Intan Cahaya Sakti yang beralamat di Jalan Dr.Sutomo nomor 44 A Yogyakarta. Seorang korban yang berasal dari Batam melaporkan telah merugi sebesar Rp 7 miliar karena dijanjikan emas sebesar satu ton dengan perjanjian yang berakhir pada 3 Oktober 2013. Korban menyatakan baru menerima lima kilogram emas dari dana yang telah ditransfer.
Kasus dugaan penipuan investasi emas, menurut Joko telah ditarik ke Polda DIY untuk pengembangan. Perusahaan itu telah menjadi target karena memasang iklan yang diduga digunakan untuk menipu di sebuah situs. "Kebetulan ada pelapor yang terkait kasus sehingga kami kembangkan lebih lanjut," ujar Joko.
Polisi sampai saat ini belum menemukan gudang yang diklaim digunakan untuk menyimpan sampai 50 ton emas. "Kami belum tahu, bisa jadi gudang itu tidak ada," ungkapnya. Sejauh ini, baru ada satu pelapor yang menyatakan telah ditipu oleh tersangka.
Dari penyelidikan kasus tersebut, Polda DIY menahan dua orang tersangka F dan MR yang merupakan pemimpin perusahaan pada Jumat (8/11). Salah satu tersangka berlatar belakang pengusaha dan lainnya merupakan purnawirawan instansi pemerintahan. Keduanya sudah berusia di atas 70 tahun.
Polisi menyatakan PT Intan Cahaya Sakti tidak memiliki dokumen legalitas. Padahal, perusahaan sudah bertransaksi sejak 2000. Modus penipuan masih menggunakan cara tradisional yang biasanya melibatkan perantara atau calo. Dalam transaksi, perusahaan mengharuskan pembeli tanda tangan surat pernyataan dengan uang muka Rp1,7 miliar.
Para tersangka mendapatkan keuntungan dari sisa uang muka yang dibayar pembeli. Ini karena pembeli hanya dibelikan dua kilogram emas dari uang muka sebesar Rp1,7 miliar. Dua kilogram tersebut seharga sekitar Rp1 miliar. Pembeli juga akan kehilangan sisa pembayaran uang muka jika tidak melunasi pembelian emas.
Sebelum pembeli melunasi, para tersangka telah menggunakan uang muka untuk keperluan lain. "Ini jelas penipuan," ujar Joko. Kedua tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang Informasi Teknologi dan Elektronik, perlindungan konsumen, serta pasal 378 atau 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan.
Pengacara tersangka, Indra mengatakan perusahaan kliennya telah didaftarkan ke Kementrian Hukum dan HAM. Perusahaan telah berdiri sejak 2002 dengan nama PT Intan Development. Pada 2008, perusahaan itu ganti nama menjadi PT Intan Cahaya Sakti dengan menambah modal dari Rp 100 juta-Rp 1 miliar.
Akan tetapi, pendaftaran nama perusahaan baru tersebut belum mendapatkan legalisasi dari Kemenkumham. Indra juga membenarkan kliennya meminta uang muka hingga Rp1,75 miliar. Dia tidak bisa menjelaskan aliran sisa dana uang muka setelah dipakai untuk membeli dua kilogram emas sebesar Rp1 miliar.