Senin 11 Nov 2013 15:52 WIB

Pengamat Militer Ragukan MI-17 Jatuh karena Cuaca

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
Helikopter Mi-17 milik TNI AD.
Foto: Antara
Helikopter Mi-17 milik TNI AD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati sejarah militer Indonesia, Erwin Jose Rizal meragukan argumentasi yang menyebut jatuhnya pesawat helikopter MI-17 karena faktor cuaca. Menurutnya, MI-17 merupakan pesawat militer terbaik di kelasnya. 

"Faktor alam sebagai penyebab jatuhnya pesawat masih harus didalami," kata Erwin ketika dihubungi Republika, Senin (11/11).

Ia menambahkan, sebagai sebuah pesawat militer moderen, MI-17 sudah memiliki berbagai fitur untuk situasi alam yang ekstrem. Pesawat militer semacam ini pun sudah memperhitungkan teknologi aeronautika yang mumpuni. "Karena faktor kecanggihan itu makanya kita membeli pesawat militer ini," ujarnya.

Pesawat MI-17 dibeli dari Rusia karena embargo militer yang dilakukan Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia sejak zaman Orde Baru. Dia mengatakan pesawat ini tidak dibeli dalam bentuk utuh dari Rusia, melainkan dirakit di Makassar. "Perjanjiannya perakitan dilakukan di Makassar dengan asistensi dari Rusia langsung," katanya.

Menurut Erwin, embargo militer AS terhadap Indonesia terjadi karena persoalan demokrasi pada masa Soeharto. Menurutnya sejumlah pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto seperti dalam kasus perebutan Timor-Timur, penculikan aktivis, hingga kekerasan HAM lain membuat AS urung melakukan kerjasama militer dengan Indonesia. 

Baru pada 2014 nanti, katanya, Indonesia dibolehkan membeli pesawat langsung dari negeri Paman Sam tersebut. "Ini menandakan ada perubahan paradigma politik militer antarkedua negara. AS mengganggap Indonesia sudah lebih peduli pada persoalan HAM," katanya.

Selain faktor kecanggihan, pertimbangan membeli pesawat MI-17 juga untuk memberikan efek gentar kepada Malaysia. "Disamping itu negara tetangga kita juga menggunakan pesawat itu. Sehingga menimbulkan efek gentar bahwa kita juga siap duel udara," ujarnya.

Erwin mengatakan, militer Indonesia bisa melibatkan Rusia dalam proses penyidikan jatuhnya pesawat MI 17. Karena teknologi MI-17 relatif baru dalam peralatan alutsista Indonesia. Namun, TNI harus tetap memimpin penyelidikan. "Rusia diperbantukan sebagai asistensi penyidikan seperti dalam kasus Sukhoi," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement