Jumat 08 Nov 2013 18:09 WIB

Sejarawan Minta Moratorium Gelar Pahlawan Nasional

Taman Makam Pahlawan Dreded, Bogor
Foto: Republika/Fuji Pratiwi
Taman Makam Pahlawan Dreded, Bogor

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Sejarawan Bonnie Triyana mengusulkan pemerintah melakukan moratorium atau penghentian sementara pemberian gelar pahlawan nasional setiap tahun dan lebih berkonsentrasi untuk mendorong penelitian dan penulisan sejarah.

"Sejarawan asal Belanda Gerry van Klinken menuliskan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah pahlawan terbanyak di dunia, karena setiap tahun bertambah dengan diproduksi dan direproduksi terus," kata Bonnie di Jakarta, Jumat.

Ketimbang setiap tahun melakukan penganugerahan gelar pahlawan dan perayaan secara formalistik dan seremonial, Bonnie menyarankan pemerintah untuk mendorong penulisan sejarah tiap-tiap tokoh dari berbagai sisi.

"Yang lebih penting dari sekadar pemberian gelar pahlawan itu adalah menuliskan peran mereka di dalam buku sejarah," katanya.

"Penulisan sejarah harus didorong dari berbagai sisi, sehingga penelitiannya juga lebih berimbang tentang perang orang-orang baik di tingkatan elit maupun masyarakat umum dalam sejarah Indonesia. Itu yang lebih penting," ujarnya menambahkan.

Lewat penulisan sejarah, lanjut Bonnie, nilai-nilai kebajikan tokoh-tokoh Indonesia bisa disampaikan dan diteruskan kepada generasi selanjutnya.

Bonnie meyakini bahwa penghargaan terhadap jasa pahlawan tidak hanya dengan memberikan gelar pahlawan kepada tokoh-tokoh tertentu, akan tetapi pendekatan penulisan sejarah dan redokumentasi pokok pemikiran masing-masing tokoh dapat menjadi alternatif wujud penghargaan.

Pemberian gelar pahlawan, kata Bonnie, kerap juga menimbulkan prokontra di kalangan masyarakat. "Seperti kasus pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Ida Anak Agung Gde Agung pada 2007 silam misalnya," ujar Bonnie merujuk pada prokontra tentang penunjukan Ida Agung Anak Gde Agung yang sempat ditentang sejumlah orang akibat dianggap sempat bersikap memihak Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Selain itu Bonnie menyebutkan adanya anggapan bahwa mereka yang mendapat gelar pahlawan tidak bisa diganggu gugat ataupun dikritik, termasuk dalam penelitian sejarah.

"Jangan sampai setelah seseorang ditetapkan sebagai pahlawan lantas tidak ada celah untuk melihat yang bersangkutan secara kritis," ujarnya.

Meski demikian, berkaitan dengan pemberian gelar pahlawan nasional kepada tiga tokoh menjelang peringatan Hari Pahlawan 2013 berimbang, Bonnie menilainya cukup berimbang, mengingat keragaman latar belakang masing-masing tokoh.

Ketiga tokoh tersebut adalah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat dari Yogjakarta, Lambertus Nicodemus Palar dari Sulawesi Utara dan Letjen TNI (Purn) TB Simatupang dari Sumatera Utara.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement