REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelesaian persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) diharapkan tidak hanya menunggu kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Koalisi Mandiri Amankan Pemilu mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) penyelesaian masalah DPT.
"Kami desak DPR buat Pansus DPT. Pansus ini bekerja untuk melakukan verifikasi, evaluasi, bahkan menyelidiki mengapa sampai ada karut-marut pencatatan penduduk dan pendataan pemilih," kata Ray Rangkuti, perwakilan koalisi, di kantor KPU, Jakarta, Kamis (7/11).
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) itu mengatakan, penyelesaian DPT bermasalah yang terakhir diketahui angkanya berjumlah sekitar tujuh juta itu tidak hanya bisa diserahkan pada KPU dan Kementerian Dalam Negeri.
Sebagai pemilik data pemilih, KPU menurut dia, melansir angka yang terus berubah. Misalnya saja pada penetapan DPT pada 4 November dikatakan DPT dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak valid berjumlah 10.4 juta. Lalu, satu hari setelah penetapan disebutkan 3.2 juta di antaranya sudah terkoreksi.
Namun, KPU belum menjelaskan proses perubahan angka tersebut. Begitu pula dengan data penduduk yang diklaim Dirjen Dukcapil Kemendagri belum terdaftar dalam DPT KPU.
Jika data yang dimiliki Kemendagri sudah akurat dan valid, menurut Ray, harusnya saat dimutakhirkan tidak akan timbul banyak persoalan seperti sekarang.
"Jangan-jangan masih banyak juga masyarakat yang belum terdata sebagai penduduk, atau belum diberi identitas kependudukan oleh Kemendagri. Atau mungkin sekitar 251 juta Data Agregat Kependudukan Kecamatan (DAKK) yang didata Kemendagri itu benar atau tidak," ujar Ray.
Dengan pembentukan pansus, pengawalan DPT bisa lebih komprehensif, karena dikawal bersama oleh perwakilan semua komisi DPR. Serta memungkinkan melibatkan pihak lain, seperti kepolisian dan pemangku kepentingan lainnya.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Sebastian Salang menambahkan, DPR perlu turun tangan melalui pansus karena pemilu akan menghasilkan penghuni parlemen selanjutnya.
Jika pemilu dimulai dengan DPT yang jelas diakui masih bermasalah oleh penyelenggara pemilu sendiri, sulit mengharapkan pemilu berjalan demokratis.
"Kalau urusan adiministrasi saja kita sudah gagal, maka sulit dipercaya pemilu ini berkualitas. Dan mengahasilkan DPR, DPRD, dan presiden yg berkualitas, atau menghasilkan pemimpin yang lebih baik dari sebelumnya," kata Sebastian.
Melalui pansus, menurut Sebastian, DPR bisa mengevaluasi secara serius KPU dengan penggunaan Sistem Informasi Daftar Pemilih (sidalih) yang dianggap belum optimal. Pansus juga bisa mengevaluasi Kemendagri dengan sistem KTP elektronik yang dan penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Arif Wibowo mengatakan, jika penyelesaian DPT tidak menunjukkan kemajuan, pembentukan Pansus DPT sangat dimungkinkan. "Prinsipnya setuju saja (kalau dibikin pansus)," kata Arif.
Namun, untuk melakukan evaluasi terhadap KPU dan Kemendagri, menurut Arif, cukup dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) di Komisi II DPR. Dengan begitu, Komisi II bisa sepenuhnya mengawal DPT agar akurat dan tidak dijadikan sarana kecurangan dalam pemilu 2014. Termasuk penyelenggaraan pilpres 2014 nanti.