REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang mulai bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11).
Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Deddy Kusdinar menjadi terdakwanya.
Jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan secara bergiliran. Mengenai isi surat dakwaan itu, Deddy dan penasihat hukumnya sepakat tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Agenda persidangan pun akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi dari jaksa. "Jumlah seluruhnya saksi 271," kata jaksa I Kadek Wiradana.
Mengingat jumlah saksi yang banyak, Kadek meminta majelis hakim untuk mengagendakan persidangan dua kali dalam sepekan. Namun, penasihat hukum Deddy merasa keberatan karena mempunyai agenda persidangan lain.
Untuk sementara ini, ketua majelis hakim Amin Ismanto menetapkan jadwal persidangan selanjutnya pada Selasa (12/11). Kadek mengatakan, untuk sidang berikutnya akan menghadirkan sekitar delapan saksi.
Penasihat hukum Deddy, Rudy Alfonso, menjelaskan, kliennya memang meminta untuk tidak mengajukan eksepsi. Ia mengatakan, Deddy ditahan sudah cukup lama, sehingga jalannya persidangan lebih cepat semakin baik.
Terlebih, ia mengatakan, kliennya juga sudah mengerti mengenai isi surat dakwaan. "(Eksepsi) bukan ke pokok perkara. Pokok perkara nanti (saat pemeriksaan saksi)," katanya.
Mendengar jumlah saksi yang rencananya akan dihadirkan jaksa, Rudy sempat kaget. Apalagi, ia dan timnya juga bisa menghadirkan saksi meringankan untuk Deddy. Namun untuk itu, Rudy mengatakan, akan terlebih dulu melihat urgensinya. "Kalau ada saksi yang meringankan itu, kita akan gunakan hak tersebut," ujar dia.
Dalam surat dakwaan, Deddy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama beberapa orang lainnya diduga melakukan pengaturan dalam proses pembangunan proyek P3SON di Hambalang.
Jaksa juga menyebut Deddy melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau korporasi. Perbuatan Deddy diduga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 463,668 miliar.