Kamis 07 Nov 2013 20:33 WIB

Kronologi Aliran Uang Proyek Hambalang untuk Anas

Rep: Irfan Fitrat/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjawab sejumlah pertanyaan wartawan setibanya di gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5).  (Republika/ Adhi Wicaksono)
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjawab sejumlah pertanyaan wartawan setibanya di gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5). (Republika/ Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, disebut dalam surat dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Deddy Kusdinar.

 Dalam surat dakwaan, Anas juga disebut kecipratan uang dari pelaksanaan proyek tersebut. Anas dikaitkan dengan perusahaan PT Adhi-Karya (PT AK).

Bermula pada sekitar 2009, Kepala Divisi Konstruksi Jakarta I PT AK Teuku Bagus Mokhamad Noor mengetahui adanya proyek pembangunan di Hambalang. Informasi itu datang dari M Arief Taufiqurrahman selaku Manajer Pemasaran PT AK.

 "Teuku Bagus meminta Arief memonitor proyek tersebut," kata jaksa Kresno Anto Wibowo dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11).

Teuku Bagus, Arief, dan Mahfud Suroso kemudian menemui Sesmenpora Wafid Muharam. Pertemuan itu difasilitasi Paul Nelwan. Teuku memperkenalkan diri dari PT AK dan menanyakan informasi mengenai proyek di Hambalang.  

Jaksa menyebut, Teuku Bagus dan Arief juga sempat menemui Menpor Andi Alfian Mallarangeng di rumahnya di Cilangkap. "Menyampaikan PT AK siap dan bersedia bekerja sama untuk mendukung program Kemenpora termasuk pembangunan P3SON," kata jaksa. 

Pada pertengahan 2010, jaksa menyebut Deddy bersama Wafid Muharam bertemu dengan Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng.

Jaksa menyebut, dalam pertemuan itu, Choel menyampaikan kakaknya, Andi Mallarangeng, belum mendapat apa-apa selama satu tahun menjabat sebagai Menpora.  Jaksa mengatakan, ucapan Choel itu kemudian dipertegas oleh staf khusus Menpora Mohammad Fakhruddin.

Jaksa mengatakan, Fakhruddinn menanyakan kepada Wafid tentang kesiapan untuk memberikan fee sebesar 18 persen kepada Choel Mallarangeng terkait pekerjaan proyek di Hambalang. Wafid kemudian menanggapinya agar Choel bertemu dengan pihak PT AK. Fakhruddin menyebut Choel ingin pertemuan itu terjadi di ruangan Menpora.

Pertemuan itu terjadi dan dihadiri Deddy, Wafid, Choel, Fakhruddin, dan Arief dari PT AK. Saat itu Arief menyampaikan kepada Choel, PT AK akan turut serta dalam proyek pembangunan di Hambalang. Choel mempersilahkannya. Dalam pertemuan itu, Choel juga menyetujui proyek P3SON untuk segera dilelang. Arief memberikan informasi itu pada Teuku Bagus. 

Menanggapi adanya permintaan fee 18 persen, Deddy yang sudah ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek di Hambalang melakukan pertemuan dengan Teuku Bagus. Deddy meminta Teuku agar PT AK sebagai calon pemenang menyediakan fee sesuai permintaan Choel. Teuku Bagus menyetujui permintaan itu. "Realisasi fee akan diberikan melalui Machfud Suroso," kata jaksa.

Dalam surat dakwaan, upaya PT AK untuk turut serta dalam proyek Hambalang ternyata mendapat adangan. Sekitar 2010 Agustus, disebut Mindo Rosalina Manulang dari Grup Permai menemui Arief.

Pada pertemuan itu, Mindo meminta PT AK mundur dari proyek. Karena Mindo bersama M Nazaruddin akan mengerjakannya dengan membawa bendera PT Duta Graha Indah (DGI). Arief melaporkan itu pada Teuku Bagus. Karena masalah itu, Teuku Bagus meminta bantuan pada Machfud Suroso.

Atas permintaan itu, jaksa menyebut, Machfud kemudian menyampaikan akan ada acara buka puasa di rumah Anas. Machfud mengatakan pada Teuku Bagus akan menyampaikan permasalahan yang ada pada Anas.

Selepas acara buka puasa, Machfud menyampaikan kabar kepada Teuku permasalahan sudah selesai. Karena dalam acara itu, Anas disebut bertemu Nazaruddin. "Anas menyampaikan kepada Nazaruddin agar mundur dan tidak mengambil proyek konstruksi pembangunan P3SON di Hambalang," ujar jaksa.

PT AK kemudian maju ke lelang proyek jasa kontruksi Hambalang dengan bentuk PT Adhi-Karya-PT Wijaya Karya Kerja Sama Operasi (KSO Adhi-Wika).  Teuku Bagus menjadi Lead Firm KSO Adhi-Wika.  

Pada akhirnya, KSO Adhi-Wika memenangkan lelang pekerjaan konstruksi tersebut. Pada 10 Desember 2010, Deddy menandatangani kontrak senilai Rp 1.077.921.000.000 dengan Teuku Bagus. Selain itu, ditandatangani juga kontrak anak tahun 2010 dengan nilai Rp 246.238.455.479.  

Deddy dengan Teuku Bagus juga menandatangani kontrak anak tahun 2011 senilai Rp 507.405.139.999. Padahal, jaksa menyebut, pada 2011, Deddy sudah tidak menjabat sebagai PPK. Hal ini dinilai bertentangan dengan aturan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam pelaksanannya, KSO Adhi-Wika disebut mensubkontrakkan pekerjaan pada tiga perusahaan. Yaitu PT Dutasari Citra Laras (DCL), PT Global Daya Manunggal (PT GDM) dan PT Aria Lingga Perkasa (PT ALP). Jaksa menyebut perusahaan tersebut sebelumnya sudah membantu pemenangan KSO Adhi-Wika.

 Machfud Suroso merupakan pemegang saham sekaligus Direktur Utama PT DCL. Dalam perusahaan tersebut istri Anas, Athiyyah Laila, disebut juga memiliki saham sekaligus menjadi komisaris perusahaan. Dirut PT MSONS Capital, Munadi Herlambang juga mempunyai saham di sana.

Setelah uang cair dari Kemenpora, jaksa menyebut, KSO Adhi-Wika mengalirkan uang ke rekening Machfud dan PT DCL. Jaksa mengatakan itu sebagai realisasi pembayaran fee 18 persen sesuai kesepakatan sebelumnya. Total uang yang mengalir dari KSO Adhi-Wika senilai Rp 45.300.942.000.

Jaksa menyebut, untuk pemenangan lelang pekerjaan fisik pembangunan P3SON Hambalang, PT AK telah mengeluarkan uang senilai Rp 14,601 miliar. Sumbernya antara lain berasal dari PT Wika sebesar Rp 6,925 miliar. Uang itu antara lain mengalir ke Anas sebesar Rp 2.210 miliar. "Untuk membantu pencalonan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Partai Demokrat tahun 2010," kata jaksa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement