Rabu 06 Nov 2013 21:01 WIB

Indonesia Bertekad Sukseskan WTO Putaran Bali

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Symbol of World Trade Organization (WTO)
Foto: snus-news.blogspot.com
Symbol of World Trade Organization (WTO)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation / WTO) yang akan berlangsung pada 3 - 6 Desember 2013 di Nusa Dua Bali.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, konferensi ini akan dihadiri oleh para menteri yang membidangi perdagangan dari 159 negara, berikut berbagai NGO dan media.

‘’WTO adalah suatu organisasi internasional dimana negara-negara yang tergabung sebagai anggotanya telah menyepakati sejumlah tata aturan bersama dalam melaksanakan perdagangan dunia," papar Wamendag dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (6/11).

"Melalui sistem multilateral dengan prinsip non-diskriminasi, WTO  berusaha untuk mengurangi berbagai hambatan perdagangan serta mendorong Negara-negara anggota untuk melakukan perdagangan dengan cara yang adil (fair),’’ lanjut pernyataan tersebut.

Bayu Krishnamurti menilai WTO mempunyai instrumen hukum yang cukup efektif berupa fasilitas 'dispute settlement', untuk menjembatani perbedaan kepentingan antar negara yang berdagang.

Sebagai anggota yang sekaligus menjadi tuan rumah, Kementerian Perdagangan menganggap perhelatan ini mempunyai makna sangat penting.

"Karena kita ingin adanya aturan perdagangan dunia yang dapat memfasilitasi kepentingan-kepentingan Indonesia seperti perlindungan terhadap petani dan pembangunan pedesaan, kelancaran arus barang, dan perdagangan yang mendukung penanggulangan kemiskinan," ujarnya.

Sebagai tuan rumah Indonesia berkesempatan lebih besar membawakan pemikiran terkait itu di WTO. Menurut Wamendag, kepentingan-kepentingan tersebut sudah termasuk dalam kesepakatan pertemuan para menteri pada pertemuan WTO di Doha tahun 2001, yang dikenal dengan Doha Development Agenda (DDA). 

Meski ia menyayangkan setelah 12 tahun tak banyak kemajuan yang dicapai usai putaran Doha. "Sehingga kepercayaan terhadapa kredibilitas WTO menurun," imbuhnya.

Bagi Indonesia, kepercayaan menurut terhadap WTO sangat tidak diharapkan. "Apabila penurunan kepercayaan terhadap WTO tidak diatasi, suatu saat akanmembawa negara-negara anggota, termasuk Indonesia, ke dalam kerumitan kegiatan perdagangan satu negara dengan negara lain tanpa pegangan umum."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement