REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah meminta klarifikasi terhadap adanya berita mengenai penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Amerika Serikat.
Juru bicara Kepresidenan bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah menjelaskan, jika tindakan tersebut benar, maka merupakan tindakan tidak terpuji dan mengganggu hubungan kedua negara.
Meski demikian, Teuku menolak jika dibilang intelijen Indonesia telah kecolongan. "Sulit untuk mengomentari hal itu. Pihak intelijen lebih mengetahuinya. Selama ini, antara intelijen itu bisa dilakukan kerja sama dan bukan hal yang dilarang,"ujarnya, saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
Teuku menjelaskan, amat wajar jika masyarakat luas terusik dengan adanya isu penyadapan tersebut. Menurutnya, masyarakat Amerika Serikat pun merasa terusik dengan informasi ini. "Bisa dibayangkan apabila masyarakat Amerika Serikat sendiri merasa terganggu, apalagi negara yang diinformasikan disadap,"jelasnya.
Dalam laporan yang berdasar pada informasi dari pembocor intelijen AS Edward Snowden, Sydney Morning Herald menggambarkan peta 90 lokasi fasilitas penyadapan AS di seluruh dunia, termasuk di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.
Peta tersebut memperkuat dugaan tentang jaringan mata-mata AS di seluruh dunia setelah sepekan lalu tersiar kabar tentang kemungkinan penyadapan telepon Kanselir Jerman Angela Merkel.
Beberapa negara di Eropa lainnya seperti Prancis, Italia dan Spanyol juga meminta penjelasan AS soal dugaan praktik pemantauan komunikasi terhadap jutaan pengguna telepon seluler di negara mereka.