REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya segera memproduksi obat herbal untuk anti-demam berdarah. Penelitian secara klinis terhadap obat herbal tersebut sudah memasuki fase III.
"Obat herbal untuk demam berdarah menggunakan tanaman Melaleuca Alternifolia yang tumbuh di Australia, karena riset yang didukung Kemenkes itu memang melibatkan peneliti Indonesia-Australia," kata Ketua ITD Unair Prof Nasronuddin di Surabaya, Minggu.
Didampingi peneliti senior dari Center for Botanical Medicine, Griffith University Australia, Max Reynolds, dan Kepala Pusat Teknologi Demiologi Klinik Kementerian Kesehatan, Siswanto, ia menjelaskan penelitian bersama itu dilakukan sejak tahun 2006.
"Tapi, obat herbal itu merupakan produk kita, namun bahan bakunya akan impor dari Australia. Itu bukan berarti akan menggeser kemandirian kita, karena prosesnya akan ada transfer teknologi," katanya di sela-sela simposium tentang demam berdarah itu.
Senada dengan itu, peneliti senior Giffith University, Max Reynolds, menilai temuan obat malaria terbaru oleh Indonesia itu bisa bermanfaat bagi dunia, karena itu Indonesia harus memasarkan untuk dunia.
"Australia sudah memakai tanaman Melaleuca Alternifolia untuk bahan baku obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, tapi bukan obat demam berdarah, baru kali ini untuk dengue dan Indonesia berhasil mengembangkannya," ujar Max.
Untuk fase I, penelitian ini melibatkan Universitas Gadjah Mada dan fase II melibatkan Universitas Indonesia.
"Riset ini digagas oleh Kementerian Kesehatan dan sepenuhnya didanai pemerintah. Untuk fase III menghabiskan dana Rp 4 miliar," katanya.