REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memahami saran Indonesia Corruption Watch (ICW) yang meminta kementeriannya memoratorium penganggaran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) di daerah menjelang pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).
Ia pun menegaskan, instansinya bakal melakukan evaluasi terhadap regulasi yang mengatur persoalan ini secepatnya. “Kami akan evaluasi aturan yang ada sekarang agar tidak terjadi lagi penyelwengan dana hibah dan bansos,” kata Gamawan kepada Republika, Kamis (31/10).
Ia menuturkan, instansinya sebenarnya telah membuat batasan dan mekanisme yang ketat terkait penganggaran hibah dan bansos di daerah. Yaitu, dengan menerbitkan Permendagri No 32 Tahun 2011 yang direvisi dengan Permendagri No 39 Tahun 2012.
Oleh karena itu, Gamawan berharap DPRD seharusnya dapat mengontrol pengalokasian dana hibah dan bansos di daerah mereka masing-masing, sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan tersebut.
Menurut Gamawan, publik juga mesti memikirkan apa dampak yang ditimbulkan jika moratorium hibah dan bansos di daerah diberlakukan. Jika pengalokasian kedua anggaran tersebut dihentikan sama sekali, kata dia, tidak menutup kemungkinan bakal muncul masalah baru.
“Bagaimana jika terjadi bencana sosial atau kegiatan mendadak yang harus diatasi secara cepat, sedangkan dananya tidak ada? Ini tentunya harus dipertimbangkan juga,” ujar Mendagri.
Sebelumnya, peneliti ICW Ade Irawan mengatakan pihaknya pernah meminta Kemendagri agar memoratorium penganggaran dana hibah dan bansos di daerah menjelang pemilukada.
Alasannya, dana yang bersumber dari APBD tersebut kerap disalahgunakan untuk kepentingan politik kepala daerah petahana di tahun terakhir periode jabatan mereka.
“Seperti yang terjadi di Provinsi Banten misalnya. Berdasarkan penelitian kami, kerugian negara akibat politisasi dana hibah dan bansos di sana pada 2011 mencapai Rp 34,9 miliar. Kasus semacam ini juga ditemukan di daerah-daerah lainnya,” ucapnya.