Kamis 31 Oct 2013 00:31 WIB

Akbar: Perlu Evaluasi Etika dan Sistem Politik

Akbar Tanjung. (Foto: Republika/ Yogi Ardhi)o
Akbar Tanjung. (Foto: Republika/ Yogi Ardhi)o

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mengatakan masyarakat dan para elit politik perlu mengevaluasi sistem dan etika berpolitik di Indonesia, yang selama ini telah terkikis oleh sifat rakus akan kekuasaan dan kekayaan.

"Tidak perlu dibantah bahwa kita butuh evaluasi, bukan untuk apa-apa, namun untuk pembangunan politik di negara ini, apalagi menjelang tahun politik 2014," kata Akbar dalam pernyataan singkat tentang diskusi "Apa yang Salah dengan Politik Kita" di Jakarta, Rabu petang.

Akbar mengatakan keberlangsungan demokrasi sejak reformasi 1998, yang salah satunya ditandai dengan munculnya berbagai lembaga negara baru seperti Mahakamah Konstitusi (MK) dan lainnya, tidak dijalankan beriringan dengan perbaikan sistem.

"Pembentukkan MK, baru disadari ternyata tidak disertai dengan etika para elit yang di dalamnya," ujar Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini.

Selain itu, Akbar juga mengatakan dampak "euphoria" demokrasi, seperti pelaksanaan otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah langsung mengandung banyak kelemahan karena berbagai pihak yang miskin etika.

"Hal ini seperti anomali-anomali dari kehidupan politik kita saat ini," ujarnya.

Menurut Akbar, para elit memiliki tanggung jawab untuk mencari formula baru mengenai pembangunan sarana pendidikan politik yang baik, berikut perbaikan sistem dan etikanya.

"Kita tentu perlu etika berpolitik yang lebih baik, dan masyarakat membutuhkan jawaban," ujar mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam ini.

Sistem di partai politik

Menyikapi etika dan sistem politik yang dinilai mengalami degradasi, rohaniawan yang sering terlibat dalam diskusi politik, Romo Benny Susetyo, dalam diskusi itu, berpendapat sistem kaderisasi politik yang dilahirkan oleh partai selama ini merupakan "pekerjaan rumah" yang harus dibenahi.

"Detik ini partai kita dikuasai prajurit dan pengusaha. Orang partai hanya menjadi instrumen. Karena parpol hanya menjadikan orang sebagai prajurit dan pengusaha bukan orang yang mempertanyakan kebenaran," ujarnya.

Menurut Benny, bangsa telah mengalami krisis politisi yang memiliki gagasan cemerlang. Benny menyebut politisi hanya menjadi "benalu" negara.

Perlu ada kesadaran dari elit partai politik untuk meningkatkan kapasitas rekruitmen politik, kata Benny.

Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin berpendapat partai-partai politik telah kehilangan rasa percaya diri untuk membenahi sistem politik yang telah tertular sifat transaksional.

"Tidak bisa dinafikan, yang menentukan hitam-putihnya negara ini adalah partai politik. Namun parpol tidak percaya diri dan menjadi penakut," katanya

Menurut Irman, partai politik merasa tidak percaya diri, karena ketika ingin bergerak untuk membenahi sistem, mereka juga memiliki "dosa" dalam sistem politik transaksional sebelumnya yang menyandera mereka. "Ketika ingin bergerak dan membersihkan, wah anda bisa saya beberkan kasus ini, dan macam-macam," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement