REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengaku penanganan kasus korupsi memakan waktu lama karena sulit menemukan bukti-bukti dalam penyelesaian kasus tersebut.
"Kasus tindak pidana korupsi itu tidak mudah pembuktiannya. Kepolisian juga tidak punya kewenangan untuk melakukan tangkap tangan terhadap pelaku tindak pidana penyuapan," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie di Jakarta, Rabu (23/10).
Belum lagi, kasus tindak pidana korupsi kebanyakan melibatkan orang-orang cerdas yang bisa menikung dan menghindar dari pemeriksaan penyidik.
"Makanya penyidik memaksimalkan pemeriksaan tersangka yang terlibat. Ada pemanggilan, penangkapan makanya butuh waktu lama," katanya.
Kepolisian banyak dianggap sebagai pihak yang lamban dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Kasus terakhir yang melibatkan dua mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam pengurusan restitusi pajak merupakan salah satu contoh yang cukup lambat ditangani.
Kasus yang melibatkan DT dan TH, yang terbukti menerima suap sebesar Rp1,6 miliar dari komisaris PT Surabaya Agung Industry Pulp and Paper (SAIPP), B, adalah di antaranya.
Pasalnya, pengurusan restitusi pajak itu berjalan sepanjang 2005-2007 dan laporan kepada kepolisian telah disampaikan sejak 2011.
Meski penanganannya lama, Polri sendiri menyatakan telah menyelesaikan 554 kasus korupsi dari sekitar 1.228 perkara yang disidik dan menyelamatkan Rp907 miliar uang negara.