Rabu 23 Oct 2013 15:36 WIB

Serbia Minta Indonesia Tak Akui Kosovo

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Muslim di Kosovo
Foto: Youtube
Muslim di Kosovo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada suasana politik yang cukup kental selama dialog lintas agama kedua Serbia-Indonesia dimulai di Jakarta. Yakni keinginan dari delegasi Pemerintah Serbia agar Indonesia berkomitmen tetap tidak mengakui kemerdekaan Kosovo.

Hal itu disampaikan Kepala Delegasi pemerintah dan Kerjasama antar Gereja dan Komunitas Agama Serbia, Mileta Radojevic. "Kita ingin Indonesia tetap berkomitmen bersama Serbia untuk tidak mengakui kemerdekaan Kosovo dari Republik Serbia," ujar Mileta.

Harapan besar Serbia ini, jelas dia, dipertaruhkan ke Indonesia yang merupakan negara yang memegang peranan penting di kawasan Asia Pasifik. Ia pun berharap dari dialog lintas keyakinan ini, keraguan antarpemeluk agama dimana terjadinya diskriminasi bisa terhapuskan.

Mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Amin Abdullah berpendapat, wajar apabila Serbia memiliki maksud dan tujuan tertentu kepada Indonesia dengan cara aktif bersama membangun dialog lintas agama, sebab itu bagian dari diplomasi politik. Namun, ia memandang sangat jauh bila melihat kepentingan Serbia untuk berdiplomasi politik meminta Indonesia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo melalui dialog lintas keyakinan.

Amin menilai, walaupun Kosovo mengklaim mengalami diskriminasi politik dan mayoritas berpenduduk Muslim. Tetapi Indonesia tidak bisa mengakui kemerdekaan Kosovo bila melakukan langkah politik yang kurang tepat, dengan mendeklarasikan sepihak kemerdekaannya.

"Jadi saya melihat Serbia hanya ingin belajar dari sejarah kelam mereka, dan itu mereka dapati dengan mencontoh kerukunan di Indonesia."

Sedangkan Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar (Kemenlu), Abdurrahman Mohammad Fachir mengungkapkan, Serbia tidak mungkin bisa mempengaruhi kebijakan Indonesia untuk mendukung atau tidak kemerdekaan Kosovo. Namun, memang saat ini Indonesia belum mengakui kemerdekaan Kosovo. Tapi hal itu lebih kepada kebijakan internal Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement