Senin 21 Oct 2013 20:43 WIB

Aneh dan Menggelikan Jokowi Tak Masuk Survei Capres

Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Yasin Habibi/Republika
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Public Virtue Institute Usman Hamid menilai survei Lingkaran Survei Indonesia tentang calon presiden janggal karena tidak memasukkan nama Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto.

"Kalau LSI menilai Pak Jokowi hanya capres wacana dan kemudian tidak memasukkannya dalam suvei, itu aneh," kata Usman Hamid di Jakarta, Senin. Menurut Usman, sebutan presiden wacana bagi Jokowi itu aneh dan menggelikan

Usman mengatakan Jokowi paling banyak ditampilkan dan menjadi percakapan di media sosial, jika bicara tokoh politik. Ia merasa aneh jika LSI tidak memasukkan nama Jokowi dalam surveinya, apalagi alasannya Jokowi adalah capres wacana.

"Jokowi itu bukan saja 'media darling', tapi sekaligus 'people darling' karena yang dilakukannya adalah tindakan, bukan pernyataan," katanya.

Menurut dia, kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, meskipun relatif baru, sudah terasa membawa perubahan baik kinerja di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maupun hal-hal yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

Jokowi, kata dia, juga cocok bergaul dengan generasi muda penggemar media sosial. "Hasil survei dari Public Virtue Institute (PVI) menyimpulkan Jokowi bisa membawa Jakarta menjadi Indonesia baru," katanya.

Usman menegaskan, Jokowi sudah memiliki modal awal untuk berdialog dan membangun konektivitas dengan publik yang lebih luas. PVI, kata dia, menemukan fakta bahwa Jokowi adalah jembatan politisasi kesadaran publik media sosial yang mewakili publilk yang nyata atas persoalan-persoalan publik di Jakarta.

Usman menambahkan, ada yang beranggapan pengguna internet itu kecil, tapi sesungguhnya berpotensi besar karena didominasi generasi muda. "Faktanya ada sekitar 60 persen pemuda menjadi pengguna internet," katanya.

Ia meyakini politisasi media sosial akan berpengaruh besar pada kontestasi pemilihan presiden tahun 2014.

Menurut dia, hal itu terjadi karena beberapa hal, yakni adanya pertemuan antara keresahan umum kepada elit lama, adanya momentum dan figur yang tepat, serta infrastruktur digital yang memadai. "Ini akan menjadi kekuatan besar," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement