REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati Hari Sarjana Nasional, Tanoto Foundation menyerahkan beasiswa untuk 230 mahasiswa beprestasi dari 7 perguruan tinggi.
Menurut Anggota Board of Trustees Tonoto Foundation, Imelda Tanoto, pihaknya sangat berkomitmen untuk mencetak sarjana berkualitas. Sebab, pendidikan merupakan kunci memutus rantai kemiskinan antar generasi.
"Semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam meraih pendidikan sebagai upaya membangun kehidupan yang lebih baik," ujar Imelda, Senin (21/10).
Imelda mengatakan, dengan memberikan beasiswa untuk 230 mahasiswa, Ia berharap bisa mencetak sarjana berkualitas yang dapat membantu masyarakat Indonesia keluar dari kemiskinan.
Apalagi, berdasarkan laporan akuntabilitas Kinerja Kemendikbud 2012, diketahui angka partisipasi kasar perguruan tinggi untuk penduduk usia 19-23 tahun mengalami peningkatan. Yakni, pada 2007 sekitar 17 persen menjadi 30 persen di 2012.
Namun, kata dia, lulusan sekolah menengah secara umum masih banyak yang memiliki kendala untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Di sisi lain, Indonesia harus mulai mengantisipasi bonus demografi periode 2020-2030, yakni 70 persen dari populasi Indonesia akan berada di usia angkatan kerja.
"Indonesia ditantang untuk mencetak generasi emas. Jadi, upaya peningkatan akses pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan semakin mendesak," katanya.
Menurut Ketua Pengurus Tanoto Foundation, Sihol Aritonang, untuk penerimaan beasiswa 2014/ 2015, pihaknya menambah jumlah mitra perguruan tinggi menjadi 9.
Selain memberikan dukungan biaya kuliah dan tunjangan bulanan, Tonoto Foundation juga memberikan beragam program pelatihan keterampilan, konseling, akademis, peluang membangun jejaring, kegiatan kepemimpinan tahunan dan kesempatan menjajaki peluang kerja di sejumlah perusahaan mitra Tonoto Foundation.
Sementara menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh, pendidikan, memutus mata rantai kemiskinan yang terbaik dan terhormat.
Sebab, masyarakat yang terdidik dan cerdas memiliki peradaban yang terbaik. Bangsa yang cerdas, akan menjawab berbagai persoalan. Baik sosial, ekonomi, maupun politik.
"Tak mungkin target Indonesia menyiapkan generasi emas bisa tercapai kalau orang-orangnya ga bermutu. Dua persoalan yang mendasar, akses dan kualitas," katanya.
Di dunia pendidikan, kata Nuh, tak ada barang kecil. Meskipun hanya satu sekolah yang dibebaskan, tapi maknanya besar. "Misalnya hanya satu SD dekat perkebunan sawit yang dibebaskan, itu maknanya besar. Investasi untuk meningkatkan akses kualitas pendidikan kita," kata Nuh.