Ahad 20 Oct 2013 21:27 WIB

Waspada! Gigitan Ular Berbisa Jadi Ancaman Dunia

Ular berbisa (ilustrasi)
Ular berbisa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Gigitan ular berbisa hingga kini menjadi ancaman dunia karena kematian setiap tahun mencapai 125 ribu jiwa.

"Jika warga terserang gigitan ular berbisa maka segera dilarikan ke petugas medis untuk mendapatkan pengobatan guna menyelamatkan korban jiwa," kata Devisi Hematologi Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Djajadiman Gatot di Rangkasbitung, Ahad (20/10).

Menurut dia, keracunan akibat gigitan ular berbisa dapat mematikan korban karena mereka akan mengalami masa pembekuan hingga 10 menit, manifestasi pendarahan, hemolisis, hipotensi, ptosis, paraestasi dan suara hilang.

Karena itu, mereka harus cepat mendapat pertolongan dengan mengatasi atau menghentikan proses pemicunya (bisa ular), pengobatan suportif, pengobatan tidak spesifik, substitusi dengan plasma dan trombosit.

Kualifikasi gigitan ular antara lain derajat 0 tidak terdapat gejala keracunan, derajat satu keracunan bisa ringan atau minimal nyeri dan bengkak, derajat dua keracunan bisa sedang dengan bengkak, dan ekimosis meluas. Sedangkan, derajat tiga keracunan bisa berat atau gejala sistimatik berat.

"Korban gigitan ular harus mendapat perawatan luka akibat gigitan, diberikan tetanus toxoid dan observasi selama 24 jam," ujarnya.

Gatot mengatakan bisa ular (snake venom) diproduksi dan disimpan dalam dua pasang kelenjar yang terletak di bawah mata dan dikeluarkan melalui taring berlubang yang terletak dari rahang mata.

Dosis atau jumlah bisa setiap gigitan tergantung pada tenggang waktu sejak gigitan berakhir. Biasanya, pasien korban gigitan ular berbisa yang mendapat perawatan rumah sakit dalam kondisi syok, gangguan status mental yang buruk.

"Saya kira untuk menyelamatkan korban gigitan ular diberikan obat anti bisa dalam waktu empat jam sampai 48 jam," katanya.

Pembicara lain, Hilman Ibrahim dari Devisi Vaskuler dan Endovaskuler FKUI-RSCM mengatakan gejala gigitan ular berbisa maka korban mengalami kerusakan jaringan (sitotoksin), gagal nafas (neurotoksin), perdarahan (haemotoksin) dan kardiotoksin.

Selain itu juga akan mengalami reaksi lokal antara lain terjadi perubahan warna kulit, edem, nekrosis, dan perdarahan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement