REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tak ada gunanya. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan seharusnya penerbitan Perppu dilakukan jika negara dalam keadaan genting.
Perppu RI No 1 Tahun 2013 tentang perubahan kedua atas UU No 24 Tahun 2003 tersebut tak memenuhi kondisi kegentingan yang memaksa tindakan darurat. Fadli menegaskan dua pekan setelah Akil Moctar ditangkap KPK, persidangan di MK berjalan normal dan memenuhi kuorum untuk menentukan putusan.
"Berbagai tindakan KPK, BNN dan PPATK sudah membuat sedikit percaya pada MK," kata Fadli dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (18/10).
Tak hanya usang, Fadli melihat isi Perppu tentang MK bertentangan dengan UUD 1945. "Perppu yang dikeluarkan Presiden semalam inkonstitusional," tegasnya.
Ia menyebut dalam Pasal 24 C ayat (6) UU 1945 disebutkan 'Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan UU'. "Jadi bukan melalui Perppu atau peraturan lainnya."
Fadli menyarankan Pemerintah dan DPR segera merevisi UU MK. Selain persyaratan menjadi calon hakim MK yang perlu diperbaiki, dasar pemikiran komposisi hakim MK yang terdiri dari unsur Presiden, DPR dan MA perlu dikaji kembali.
"Syarat hakim MK tak boleh anggota parpol selama 7 tahun sebelumnya, cukup mewakili harapan masyarakat," usulnya.
Menurut Fadli bukan berarti orang parpol tak ada yang baik. Tapi mengurangi konflik kepentingan antara hakim MK dengan pihak bersengketa, yang kebanyakan berasal dari parpol, terutama gugatan Pemilukada.