Jumat 18 Oct 2013 15:43 WIB

PSHK Menilai Penerbitan Perppu Tak Miliki Urgensi

Rep: Heri Purwata/ Red: Dewi Mardiani
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menilai, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah konstitusi-MK (Perppu No 1/2013) tidak ada urgensinya.

Pandangan ini didasarkan pada unsur kegentingan yang memaksa terbitnya Perppu tersebut tidak tercermin pada kondisi negara. Demikian dikatakan Anang Zubaidi, Ketua Divisi Publikasi dan Kerja sama PSHK FH UII, Anang Zubaidi, di Yogyakarta, Jumat (18/10).

Tidak adanya kondisi urgensi ini tercermin pada pertama, Perppu baru diterbitkan lebih dari dua pekan setelah presiden menyampaikan rencana penerbitan Perppu. Kedua, Perppu diterbitkan karena tertangkapnya mantan Ketua MK, Akil Mochtar belum cukup menjadi alasan bahwa negara dalam kondisi genting.

"MK masih bisa berjalan dengan delapan hakim yang masih tersisa. Sehingga disinyalir Perppu merupakan tindakan emosional presiden," kata Anang.

Selain itu, Perppu tidak menjawab permasalahan jangka panjang secara komprehensif. "Bisa jadi penerbitan Perppu ini memiliki tujuan politis untuk menyelamatkan citra pemerintah yang tercoreng dari penangkapan Akil Mochtar," tandasnya.

Berdasarkan kajian terhadap Perppu tersebut, PSHK FH UII Yogyakarta merekomendasikan Presiden perlu menjelaskan tentang jeda waktu sebagai anggota partai politik sebelum menjadi calon hakim MK dan panel ahli. Juga harus diperjelas syarat minimal pendidikan antara calon MK dan panel ahli.

Kemudian, berdasarkan Pasal 27 A yang menyatakan penetapan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi serta ketentuan mengenai tata cara pemilihan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK), susunan organisasi dan tata kerja MKHK, perlu penyusunan peraturan bersama untuk tidak mengajukan uji materil sebagaimana yang pernah terjadi terhadap SKB MA dan KY tentang kode etik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement