REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar (AM) kembali dikenakan status tersangka. Kali ini, Akil menjadi tersangka penerima suap untuk penanganan sengketa pilkada selain di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak.
"KPK telah mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan) baru berkaitan dengan penanganan perkara penerima hadiah yang berkaitan dengan penanganan perkara d lingkungan MK yang diduga dilakukan oleh tersangka AM di daerah lain selain di Gunung Mas dan Lebak," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP di Jakarta, Rabu (16/10).
Ia menjelaskan, Akil menjadi tersangka dengan pasal 12B UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Akil ditetapkan tersangka untuk kasus pilkada di daerah lain ini sejak pada 10 Oktober 2013.
Untuk penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Lebak, Akil menjadi tersangka dengan dijerat pasal 12 huruf c atau pasal 6 ayat 2 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Namun, Johan mengaku belum tahu apakah sangkaan baru ini terkait dengan pilkada Lampung dan Riau. Juga mengenai barang bukti dalam bentuk uang yang telah disita terkait penetapan tersangka baru ini.
"Pokoknya setelah melakukan pemeriksaan saksi dan tersangka dalam proses penyidikan dan upaya penggeledahan dan penelusuran yang dilakukan oleh penyidik KPK, ditemukan pasal 12 B untuk AM," ujarnya.
Lalu bagaimana dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang akan dikenakan juga kepada Akil, Johan mengakui pada Jumat (11/10) lalu memang ada gelar perkara atau ekspose. Namun gelar perkara itu untuk menentukan sangkaan baru terkait penerimaan suap dari sengketa pilkada di daerah lain.
"Sampai Jumat kemarin memang ada ekspose, diputuskan belum disangkakan TPPU, tapi pasal 12B tadi. Jadi belum ada penerapan TPPU sampai Jumat kemarin. Saya tidak tahu apakah dalam pekan ini juga ada pengembangan yang berkaitan dengan itu," tegas Johan.