Ahad 13 Oct 2013 22:43 WIB

Perludem: Penyelesaian Sengketa di MA Banyak Persoalan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Gedung Mahkamah Agung
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gedung Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menolak bila penyelesaian sengketa pemilukada dipindahkan dari Mahkamah Konstitusi (MK) ke Mahkamah Agung (MA). Apalagi bila pemindahan ke MA hanya memanfaatkan momentum kasus tertangkapnya mantan ketua MK Akil Mochtar.

"Tanpa mengabaikan kasus yang sekarang, kami rekomendasikan kewenangan sengketa pemilukada tetap berada di MK. Karena sepanjang penyelesaian sengketa di MA ada cukup banyak persoalan," kata peneliti Perludem, Veri Junaedi di Jakarta, Ahad (13/10).

Saat ini MK memang disoroti dan diragukan keberadaannya dalam penegakan konstitusi. Tetapi bila dibandingkan dengan MA, penyelesaian sengketa pemilukada di MK masih bisa diharapkan. Dengan beberapa alasan, yakni terkait keberlanjutan sistem penegakan hukum pemilu.

Jika sistem penyelesaian sengketa terus dirombak, Veri menilai Indonesia tidak akan pernah sempat melakukan penataan dan koreksi peradilan yang lebih adil. "Tapi tentu saja dengan catatan adanya perbaikan dan sistem kontrol yang lebih kuat di MK," ungkapnya.

Selain itu, MA juga perlu diberikan ruang yang cukup untuk menyelesaikan persoalan internalnya sendiri. MA perlu didorong untuk menata dan membangun kelembagaan, bukan memberi bola panas dengan pekerjaan yang lebih berat.

Pada akhir 2012 saja, menurut Veri, MA pada tingkatan yang pertama menyisakan 284.334 perkara. Hingga saat ini, perkara itu masih belum terselesaikan.

"Apakah masih relevan serahkan sengketa pemilukada ke MA, yang bebannya saja sudah cukup tinggi. Harus rasional memberi beban perkara pada lembaga yang ada," ujar Veri.

Jika dipaksakan, dikhawatirkan banyak gesekan konflik yang tidak akan bisa diatasi MA. Sebab penyelesaian sengketa berpotensi memunculkan konflik di masyarakat. Bila tak mampu menyelesaikan sengketa pemilukada dengan baik, justru konflik tersebut dikhawatirkan meluas ke tubuh MA sendiri.

Namun, ujarnya, tetap harus dibarengi dengan upaya evaluasi terhadap kinerja MK. Selama ini, penegakan hukum pemilu di setiap tahapan belum berjalan efektif. Akibatnya hampir seluruh jenis pelanggaran pemilukada ditangani MK.

Seperti politik uang, politisasi birokrasi, jual beli suara, intimidasi hingga persoalan administrasi pencalonan. "Jadi penataan persoalan pemilu di hulu atau pada tahapan pemilu harus diselesaikan. Jangan mengambil seluruh persoalan di MK," jelas Veri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement