REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Ahmad Yani mengatakan, Komisi Yudisial (KY) tidak bisa mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab keputusan MK membatalkan kewenangan KY mengawasi MK itu final dan mengikat.
"Kalau KY mau mengawasi MK, maka UUD harus diamandemen. Namun itu terlalu lama," kata Yani di Gedung DPR RI, Kamis, (10/10).
Kalau Perppu soal KY mengawasi MK ini dipaksakan, terang Yani, maka bisa tercipta ruang impeachment jika DPR tidak setuju. Makanya lebih baik dibentuk Majelis Kehormatan Hakim yang permanen unsurnya bisa terdiri dari komisioner KY, tokoh masyarakat, dan dan hakim MK sendiri.
Untuk mengatur soal pengawasan MK, kata Yani, pemerintah bisa juga mengajukan undang-undang dalam konteks pengawasan MK. Ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Terkait ada pihak yang meminta delapan orang hakim konstitusi mundur karena masalah Akil, Yani mengatakan, jika itu terjadi maka akan timbul kekacauan. Sebab hampir 90 persen pemilukada itu berakhir dengan sengketa.
"Kalau semua hakim konstitusi disuruh mundur kasihan para peserta pemilukada yang membutuhkan kepastian hukum. Kasus Akil ini jangan disikapi dengan cara emosional," ujar Yani.
Kasus Akil ini, terang Yani, memang mengagetkan namun jangan membuat keputusan berdasarkan kemarahan dan kebencian.
"Saat ini memang marah, tapi jangan sampai membubarkan MK sebab MK itu lembaga untuk menjaga keseimbangan check and balance dalam pembuatan undang-undang oleh pemerintah dan DPR," terangnya.